- Deretan Kontroversi Budiman Sudjatmiko, dari Komisaris PTPN V, Bukit Algoritma, hingga Dana SDM Desa
Nama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko belakangan kembali ramai dibicarakan setelah menyatakan dukungannya kepada calon presiden Prabowo Subianto. Pada Jumat kemarin, 18 Agustus 2023, digelar deklarasi Relawan Prabowo-Budiman Bersatu (Prabu) di Semarang, Jawa Tengah.
“Jika insyaallah, Pak Prabowo jadi Presiden ke-8 Indonesia, tolong Pak Prabowo memajukan kesejahteraan umum,” kata Budiman Sudjatmiko saat deklarasi relawan di Marina Convention Center, kawasan Pantai Marina, Semarang.
Selain menerima dukungan tersebut, Prabowo Subianto yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra juga mengucapkan terima kasih dan permintaan maaf. Prabowo meminta maaf kepada aktivis era Orde Baru itu.
Manuver Politik Budiman Sudjatmiko dan permintaan maaf Prabowo pun menjadi pembicaraan hangat warganet. Berikut sederet kontroversi Budiman Sudjatmiko berdasarkan catatan Tempo.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
- Dianggap Bisa Menyulut Sentimen Rasial, Ini Penjelasan Faisal Basri tentang Kritik Hilirisasi Nikel Untungkan Cina
Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri kembali menyoroti kebijakan hilirisasi nikel di Tanah Air. Sebelumnya ia menyebut lebih dari 90 persen keuntungan dari kebijakan tersebut justru mengalir ke Cina. Namun, belakangan kritik tersebut dianggap berpotensi menimbulkan sentimen rasial. Lewat website pribadinya, faisalbasri.com, ia menepis anggapan mengenai adanya sentimen rasial dalam kritik yang dia lontarkan.
"Sebelumnya saya menyebut Cina, amat jelas bahwa yang dimaksud adalah Cina sebagai entitas negara. Jadi tidak ada terkandung sentimen ras sama sekali," ucap Faisal, Sabtu, 19 Agustus 2023.
Faisal Basri mengatakan Cina dalam obyek kritiknya bukan warga Indonesia yang beretnis Tionghoa. Faisal pun tak menampik banyak pengelola tambang bijih nikel kebetulan etnis Tionghoa. Bahkan ia mengaku bersahabat dengan beberapa pengelola tambang tersebut.
Di sisi lain, Faisal sudah sejak lama menjadi salah seorang tim pakar di organisasi INTI (Indonesia Tionghoa). Ia berharap fakta tersebut memupus kekhawatiran Yustinus Prastowo, bahwa sebutan Cina bisa menyulut sentimen rasial.
Ia menjelaskan kehadiran smelter nikel tidak berada dalam ruang hampa. Oleh karena itu, tidak cukup menganalisisnya secara teknis ekonomi atau teknis bisnis. Masalah ini pun tidak hanya sebatas lingkup nasional, melainkan juga menyangkut dinamika geopolitik dan geoekonomi global.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
Selanjutnya: Polusi Udara Jabodetabek, Luhut Wajibkan PLTU ...