TEMPO.CO, New York - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyebutkan saat ini kemajuan dari pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tidak menggembirakan.
"Kemajuan pada sepenuhnya setengah dari semua target SDGs lemah dan tidak memadai. Bahwa hampir sepertiga macet atau mundur," ujar Guterres saat membuka segmen menteri dari Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan (HLPF) di markas besar PBB di New York, Senin, 17 Juli 2023.
Hal tersebut dikutip dari mengutip Laporan Kemajuan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Edisi Khusus yang memberi gambaran gamblang bahwa dalam setengah perjalanan menuju tenggat waktu tahun 2030, janji untuk melakukan pembangunan berkelanjutan tengah berisiko.
Ia pun mendesak semua pemerintah untuk mengintensifkan tindakan nyata agar bisa mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya. "Janji itu dalam bahaya. Setengah jalan menuju tenggat waktu 2030, dunia benar-benar keluar jalur," tutur Guterres.
Guterres mencontohkan, hal tersebut terlihat dari emisi yang terus meningkat dan ketidaksetaraan yang menganga terus berlanjut. "Kelaparan kembali ke level 2005. Kesetaraan gender masih 300 tahun lagi. Dan dalam perjalanan kita saat ini, hampir 600 juta orang masih akan terperosok dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2030," ucapnya.
Selain itu, akibat pandemi Covid-19 , kata Guterres, krisis iklim kian berkembang, konflik menjadi meluas, dan konsekuensi dari invasi Rusia ke Ukraina telah menghambat kemajuan yang rapuh dan terbatas.
Oleh sebab itu, Guterres memperingatkan bahwa dunia sudah keluar jalur jauh sebelum pergolakan ini. "Ambisi, urgensi, dan solidaritas kurang. Begitu juga keuangan. Banyak negara menghadapi jurang keuangan. Kesenjangan pendanaan SDGs tahunan telah meningkat dari US$ 2,5 triliun sebelum pandemi menjadi sekitar US$ 4,2 triliun."
Sementara itu, kata Guterres, janji yang dibuat untuk bantuan pembangunan resmi dan pendanaan iklim tidak dapat ditepati. Bahkan, pemerintah-pemerintah tenggelam dalam utang, dengan negara-negara berkembang menghadapi biaya pinjaman yang sangat tinggi, dan 52 negara gagal bayar atau hampir gagal - tanpa sistem keringanan utang yang efektif.
Selanjutnya: Ia menilai dunia perlu menyerukan aksi politik...