Dampaknya, menurut Aditya, pasti akan berdampak pada biaya operasional KCI. “Biaya ini nanti dibebankan kepada siapa?” kata dia. Karena kereta yang menghubungkan Jabodetabek itu sifatnya public service obligation atau PSO, jika dibebankan kepada masyarakat, berarti tarifnya yang akan naik.
Namun jika dibebankan ke pemerintah, berarti nilai PSO-nya yang harus dinaikkan. Padahal, di sisi lain, pemerintah berwacana ingin mengurangi PSO dengan cara menyesuaikan tarif KRL atau dengan memberikan subsidi yang tepat sasaran.
Jika solusinya membeli tiga rangkaian KRL baru, Aditya berujar, membuka potensi penurunan jumlah penumpang. Karena tetap ada rangkaian KRL yang harus masuk ke balai yasa untuk peremajaan yang membutuhkan waktu sekitar setahun lebih.
“Berarti belum ada penggantinya, wong KRL barunya datangnya juga enggak akan cepat. KRL impor bekas jauh lebih cepat daripada mendatangkan beli baru,” ucap Aditya.
MOH KHORY ALFARIZI | M JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Impor KRL Bekas Batal, Erick Thohir: Alhamdulillah, Kalau Baru Lebih Bagus Secara Teori