TEMPO.CO, Jakarta - Deputi IV Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Kementerian Koordinator Perekonomian Rudy Salahuddin menjelaskan open banking merupakan subset dari open finance. Sementara open finance, kata dia, merupakan praktik berbagi data yang lebih luas yang memungkinkan pengguna berbagi data keuangan mereka dengan pihak ketiga melalui open API.
Ke depannya, dia berujar, implementasi open finance akan menjadi katalis dalam mentransformasi layanan ekonomi dan keuangan digital atau era baru layanan keuangan. “Mengingat adopsi teknologi pada sektor keuangan semakin luas dan mature,” ujar dia dalam acara Open Finance Summit 2023 di Ballroom Thamrin Nine, Jakarta Selatan, pada Rabu, 21 Juni 2023.
Menurut Rudy, teknologi seperti artificial intelligence (AI), big data, machine learning, dan biometrics telah banyak dimanfaatkan dalam layanan virtual assistant. Tujuannya, guna membantu memproses personalisasi konsumen salah satunya untuk proses kredit scoring.
“Era digital saat ini semakin mengedepankan aspek interkonektivitas. Ditambah lagi, kata dia, aktivitas digital juga terus menghasilkan digital footprint yang semakin granular bahkan hingga level individu,” kata Rudy.
Dia mencontohkan ketika berselancar di platform digital, tidak jarang dashboard gawai biasanya sudah diberikan rekomendasi soal beberapa produk. Sehingga, berdasarkan jejak digital, sudah mengetahui apa yang penggunanya inginkan.
Ketersediaan data granular tersebut, Rudy menjelaskan, sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas layanan agar semakin konsumer sentris. Selain itu juga bisa digunakan untuk menjaga loyalitas konsumen dan menjadi kunci peningkatan daya saing.
“Oleh karenanya praktik pemanfaatan keterbukaan data terus berkembang, salah satunya implementasi open banking. Manfaat yang jelas kita rasakan yakni kemudahan transaksi keuangan secara online, pada situs e-commerce, layanan pembayaran dengan kartu pada aplikasi hiburan dan lain sebagainya,” tutur dia.
Namun, Rudy juga mengungkap bahwa arus digitalisasi membawa risiko. Di antaranya proteksi data pribadi dan keamanan siber yang terus menuntut inovasi kebijakan dari pemerintah dan otoritas terkait. Pemerintah telah mengesahkan landasan hukum keamanan atas data pribadi, melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi (UU PDP).
Ditambah lagi implementasi aturan turunan dari UU tersebut yang juga nantinya perlu dikawal bersama. “Di samping itu aspek persetujuan konsumen, manajemen penyimpanan data dan perlindungan data konsumen serta audit berlapis juga harus dijalankan secara bersamaan,” ucap Rudy.
Sehingga, kata Rudy, konektivitas digital juga ditingkatkan, salah satu dengan memperluas cakupan 4G dan membangun pusat data nasional. Serta mulai menerapkan teknologi 5G, bukan hanya di kota besar.
“Dan juga terbaru pada 19 Juni lalu, satelit SATRIA-1 telah meluncur sebagai wujud upaya pemerataan pembangunan infrastruktur digital di pusat pelayanan publik yang ada di seluruh Indonesia,” kata dia.
Pilihan Editor: Jokowi Ulang Tahun, Begini Ucapan Selamat dari Sri Mulyani hingga Erick Thohir