"Tim membayar dengan pecahan Rp50 ribu dan diterima petugas tiket. Petugas tiket menyampaikan tarifnya Rp19 ribu dan dikembalikan yang kami terima justru Rp30 ribu. Sementara bukti pembayaran yang tim terima tertera Rp18.800 dengan selisih Rp1.200," kata dia.
Meskipun kecil, namun jika dikalikan dengan jumlah semua penumpang maka potensi penggelembungan mencapai jutaan per hari.
"Praktikum penggelembungan itu tergolong pungutan liar karena menarik tarif di luar ketentuan," tegas Dwi Sudarsono.
Menurutnya tim pemeriksa telah meminta klarifikasi langsung dengan GM ASDP Pelabuhan Kayangan dengan menyampaikan bukti-bukti tiket dari pemudik. Dari keterangan GM ASDP ada sekitar 900 pengguna layanan yang meliputi kendaraan maupun perorangan dalam 24 jam saat mudik lebaran.
Menanggapi temuan tim Ombudsman tersebut, pihak manajemen ASDP akan segera melakukan evaluasi dan perbaikan layanan kepada seluruh petugas. Pihak manajemen ASDP akan memastikan menerapkan transaksi tiket dengan e-money.
"Tindakan ini untuk menghindari peristiwa penggelembungan tarif serupa terjadi," ucapnya.
Transaksi non tunai sudah diterapkan sejak 2021 di Pelabuhan Kayangan sesuai Permenhub Nomor 19 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tiket Angkutan Penyeberangan Secara Elektronik.
Dari hasil pemeriksaan tersebut tim pemeriksa menyimpulkan penggelembungan tarif penyeberangan oleh Petugas Loket adalah perbuatan mal-administrasi.
Oleh karena itu, tim meminta manajemen ASDP Kayangan untuk melakukan evaluasi dan membina seluruh pegawai, khususnya Petugas Loket pembayaran agar pelayanan di Pelabuhan Kayangan lebih baik lagi.
Pilihan Editor: Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Posko THR, Wamenaker: Kami Menerima Masukan dan Teguran
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini