Para pegawai tersebut, menurut Sri Mulyani, telah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu karena menyangkut pegawai internal Kemenkeu. Di dalam Rp 3,3 triliun ini juga termasuk surat PPATK kepada Kemenkeu pada saat pihaknya membutuhkan data untuk melakukan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), terutama untuk mutasi dalam rangka fit and proper test.
“Jadi Rp 3,3 triliun adalah seluruh transaksi dari nama pegawai yang disebutkan PPATK. Oleh karena itu yang kami sampaikan ke Komisi XI adalah yang Rp 3,3 triliun ini,” tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengatakan soal transaksi Rp 18,7 triliun yang juga berasal dari data PPATK. Sri Mulyani menuturkan, transaksi itu menyangkut empat perusahaan dan dua orang pribadi yang ditengarai ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu.
“Kemudian perbedaannya di mana? Pak Menko (Mahfud MD) menyampaikan Rp 35 triliun, di kami Rp 3,3 triliun,” kata dia.
Yang disampaikan senilai Rp 3,3 triliun itu, Sri Mulyani berujar, adalah menyangkut pegawai Kemenkeu, sementara yang Rp 18,7 triliun data korporasi. Sisanya Rp 13 triliun adalah data yang ada nama pengawai Kemenkeu yang merupakan surat-surat yang dikirim ke aparat penegak hukum (APH) sebanyak 64 surat.
Karena surat itu tidak dikirim ke Kemenkeu—hanya menerima informasi dari PPATK mengenai nomor suratnya saja—Sri Mulyani tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Sehingga pada saat di Komisi XI, Sri Mulyani hanya fokus pada surat yang dia terima dan bisa membuka kembali seluruh data menyangkut surat tersebut.
“Itu yang membedakan, sama tapi beda presentasi. Pak Menko menyampaikan Rp 35 triliun karena itu semuanya menyebut nama pegawai Kemenkeu, Rp 22 triliun yang ditujukan ke kami, dan Rp 13 triliun di APH,” tutur Sri Mulyani.
Pilihan Editor: Tinjau Pelabuhan Merak Jokowi Minta Lonjakan Pemudik Harus Diantisipasi: Kejadian Tahun Lalu Jangan Terulang Lagi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini