TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa data Kementerian Keuangan soal transaksi mencurigakan atau transaksi janggal Rp 349.874.187.502.987 atau Rp 349 triliun sama dengan yang disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
“Data sama tapi berbeda presentasinya,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada Selasa, 11 April 2023.
Menurut Sri Mulyani, nilai transaksi Rp 349 triliun itu berasal dari 300 surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terdiri dari 65 surat dengan nilai transaksi Rp 253 triliun berkaitan dengan data perusahaan dan korporasi. Dalam hal ini dibedakan antara data korporasi perusahaan yang ada di dalam domain Kemenkeu—Direktorat Jenderal Bea Cukai—menyangkut seluruh kegiatan perusahaan.
“Seperti cukai, bea masuk dan keluar, pajak ekspor, semuanya. Itu nilainya bisa ratusan triliun bahkan ribuan triliun. Pajak yang menyangkut seluruh penerimaan, pajak PPh 21, 22, 23, 25, 26, 29 semuanya itu adalah yang disebut objek dari tugas dan fungsi Kemenkeu,” kata Sri Mulyani.
Dari jumlah 65 surat itu, PPATK meminta Kemenkeu untuk melihat kemungkinan terjadi tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Nilai transaksi itu, menurut Sri Mulyani, isinya debit kredit dan transaksi operasional perusahaan korporasi, termasuk Rp 189 triliun—kasus di Ditjen Bea Cukai—yang disebut secara khusus.
Bendahara negara ini mengatakan, 65 surat itu, jika disebutkan ada nama pegawai Kemenkeu, dia akan melakukan penyelidikan di internal Kemenkeu sendiri. “Saat ini kami terus melakukan, apalagi kalau ada data tambahan. Kami memulai dari Rp 3,3 triliun yang kami sampaikan di Komisi XI (pada 27 Maret 2023) versus Rp 35 triliun yang disampaikan Mahfud MD di Komisi III (pada 29 Maret 2023).
Sri Mulyani menjelaskan, sebelumnya yang disampaikannya di Komisi XI mengenai transaksi senilai Rp 22 triliun itu berasal dari 135 surat PPATK. Kemudian dipilah ternyata dari Rp 22 triliun itu hanya Rp 3,3 triliun yang menyangkut pegawai Kemenkeu. Sri Mulyani menegaskan bahwa transaksi itu bukan korupsi, itu adalah informasi transaksi debet kredit dari pegawai yang diidentifikasi.
“Termasuk masuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli harta rumah, dalam kurun waktu 2009-2023,” ucap Menkeu Sri Mulyani.
Selanjutnya: Para pegawai tersebut, menurut Sri Mulyani....