TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, perusahaan wajib memberikan tunjangan hari raya keagamaan (THR) secara penuh atau tidak dicicil.
Pembayaran THR juga tidak boleh melebihi batas waktu, yakni H-7 sebelum lebaran. Lantas, bagaimana cara menghitung THR karyawan kontrak dan karyawan tetap?
Apa itu Karyawan Kontrak dan Karyawan Tetap?
Berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, karyawan tetap disebut dengan istilah pekerja PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu), sedangkan karyawan tetap adalah pekerja PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).
Karyawan kontrak (PKWT) melakukan pekerjaan yang bersifat musiman, diperkirakan penyelesaiannya tidak terlalu lama, maupun melaksanakan tugas yang berhubungan dengan produk atau kegiatan baru atau tambahan dalam masa percobaan. PKWT juga berhubungan dengan pekerjaan sekali tuntas dan terikat kontrak paling lama 5 tahun.
Apakah Karyawan Kontrak Berhak Mendapatkan THR?
Sebagaimana Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 mengenai THR keagamaan bagi pekerja/buruh di perusahaan, terdapat beberapa ketentuan pemberian tunjangan hari raya untuk karyawan kontrak (PKWT), antara lain:
- Pekerja PKWT yang hubungan kerjanya mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terhitung 30 hari sebelum hari raya Idul Fitri, maka berhak mendapatkan THR.
- THR pada poin di atas berlaku untuk tahun berjalan terjadinya PHK oleh perusahaan.
- Bagi karyawan kontrak yang hubungan kerjanya berakhir sebelum hari raya Idul Fitri, maka tidak berhak memperoleh THR.
- Buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja masih berlanjut, berhak atas THR dari perusahaan baru apabila belum diberi tunjangan keagamaan dari perusahaan lama.
Selanjutnya: Cara menghitung THR karyawan...