TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Sudin membeberkan hasil review timnya atas hasil panen komoditas padi sejak tahun 2015 hingga 2022. Sudin menunjukan data yang ia himpun dari Kementerian Pertanian (Kementan), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (DjTP), Badan Pangan Nasional, dan BPS. Data tersebut menunjukan kejanggalan data beras dalam negeri. Satu sisi data menunjukkan Indonesia surplu beras, tapi di sisi lain impor beras terus berjalan.
Baca juga : DPR Sebut Pengisian Jabatan di Kementan Manipulatif: yang Salah justru Naik Pangkat
"Kalau surplus kok masih harus ada impor," tuturnya dalam rapat kerja bersama Menteri Pertanian, Perum Bulog, Dirut PT RNI dan PT Pupuk Indonesia di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan pada Senin, 16 Januari 2023.
Sudin juga mengungkapkan kejanggalan data lainnya. Pada 2015, anggaran Kementan sebesar Rp 32,81 triliun dan hasil produksi beras mencapai 75,40 juta ton. Kemudian pada 2016, anggaran Kementan turun menjadi Rp 27,63 triliun. Kemudian pada 2017 pun data menunjukan terjadi surplus beras di Tanah Air sebesar 18,17 juta ton. Karena itu, ia mengaku heran bagaimana bisa ketika anggaran menurun tetapi angka produksinya meningkat.
Lebih lanjut, pada 2020 anggaran Kementan turun menjadi 15,8 triliun atau sekitar 50 persen dari anggaran pada saat 2015. Tetapi, kata dia, produksinya tetap 54,65 juta ton.
Baca juga : Anggota DPR Sebut Kinerja Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Buruk, Ini Alasannya
Saat dimintai konfirmasi, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo enggan menanggapi lebih lanjut soal data tersebut. ia mengatakan siapa pun yang ingin berkomentar harus menggunakan data yang valid. "Data yang valid itu data BPS. Itu perintah undang-undang. Kalau kau enggak percaya data, mau percaya apa?" ucapnya.
Sebagai informasi, pemerintah telah memutuskan impor sebanyak 500 ribu ton hingga awal tahun 2023 lantaran stok cadangan beras pemerintah (CBP) menipis. Keputusan impor diambil setelah dilakukan rapat koordinasi terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pemerintah memilih opsi impor setelah memverifikasi data Kementan yang menunjukan data surplus tak sesuai dengan keadaan di lapangan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini