TEMPO.CO, Jakarta - Nilai ekspor Indonesia pada 2022 tumbuh 29,4 persen dengan nilai US$ 268 miliar atau sekitar Rp 4.144 triliun. Beberapa komoditas, seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) berkontribusi dalam peningkatan tersebut.
“Batu bara bisa mengompensasi impor daripada minyak, sehingga di bidang energi ini positif sebesar hampir US$ 6,8 miliar secara year to date. Sedangkan iron and steel US$ 29 miliar, dan CPO sekitar US$ 30 miluar. Tentu ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia relatif kuat,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 11 Januari 2023.
Baca: Menguat Tajam, Rupiah Berada di Level Rp 15.482 per Dolar AS
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekspor pada 2023 akan tetap tumbuh positif meski lebih melambat daripada tahun lalu. Menurut Airlangga, pemerintah memproyeksikan nilai ekspor naik di 12,8 persen dan nilai impor di 14,9 persen.
"Tahun 2022 ekspor tumbuh 29,4 persen, impor tumbuh 25,37 persen. Tahun depan (2023) diproyeksikan, karena kita basisnya sudah tinggi, ekspornya naik di 12,8 (persen), impornya 14,9 persen," ungkap Airlangga.
Dalam rapat terbatas, menurut Airlangga, Presiden Jokowi memberikan arahan kepada jajarannya agar pertumbuhan nilai ekspor yang positif ini juga diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Presiden juga meminta agar Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.
"Saat ini hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan masuk dalam negeri. Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor, termasuk sektor manufaktur. Kita akan melakukan revisi (PP Nomor 1 Tahun 2019), sehingga tentu kita berharap peningkatan ekspor dan juga surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan dari cadangan devisa," papar Airlangga.
Sementara soal negara tujuan ekspor, Airlangga mengatakan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) masih menjadi negara dengan pangsa pasar yang tertinggi. Perdagangan antarnegara anggota ASEAN (Intra-ASEAN Trade) juga masih cukup tinggi.
“Ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Bapak Presiden memegang keketuaan ASEAN. Jadi ini menjadi prioritas yang diarahkan Bapak Presiden,” tuturnya.
Baca: Kelebihan dan Kekurangan Jasa Outsourcing bagi Perusahaan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini