TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, angkat bicara soal pemberian kewenangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tunggal tidak pidana di sektor jasa keuangan. Ia menolak tegas pemberian wewenang yang termaktub dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) tersebut.
Pegiat yang kerap menyuarakan suara antikorupsi menyatakan bahwa akan sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi ketika kewenangan yang absolut diberikan kepada OJK sebagai penyidik tunggal. Hal ini, kata Yudi, membuat perusahaan, lembaga atau orang yang berkecimpung di sektor keuangan akan sangat takut kepada penyidik OJK.
"Yang dapat berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang karena tidak ada lembaga atau institusi lain yang bisa menyidik kasus dalam sektor jasa keuangan," kata Yudi lewat keterangan tertulis dikutip pada Sabtu, 7 Januari 2022.
Dengan lahirnya UU P2SK, menurut Yudi, OJK bakal menjadi otoritas tunggal yang berfungsi sebagai regulator, pengawas, sekaligus melakukan penyidikan di bidang jasa keuangan. Dengan kewenangan yang sangat besar bertumpu pada satu lembaga, berpotensi terjadi abuse of power yang akan rawan dengan tindak pidana korupsi.
Power tends to corrupt
Yudi juga menyitir peribahasa terkenal dari Lord Acton yang menyatakan 'power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely'. "Artinya kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut," ucap Yudi.
Menurut ketua wadah pegawai KPK ini, tindak pidana korupsi yang berpotensi akan terjadi bisa meliputi suap-menyuap, pemerasan hingga gratifikasi. Agar sistem penegakan hukum yang bebas dari korupsi, Yudi berujar, tetap perlu adanya pembanding agar terjadi keseimbangan dan sinergi dalam penegakan hukum
Ia lalu mencontohkan dalam penegakan hukum korupsi, KPK tidak diberikan kewenangan sebagai penyidik tunggal dalam tindak pidana korupsi, sebab ada polisi dan Kejaksaan yang bisa menyidik kasus korupsi. Bahkan kewenangan KPK dalam penyidikan dibatasi hanya menangani perkara terkait penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain terkait penegak hukum dan penyelenggara negara serta menyangkut kerugian diatas Rp 1 miliar.
"Dengan tiga lembaga yang bisa menyidik kasus korupsi, hasilnya terlihat bahwa kasus-kasus besar bisa ditangani. Bahkan di antara 3 lembaga juga saling bersinergi dalam bentuk kordinasi supervisi dan bisa terjadi pelimpahan penangan perkara korupsi," tutur Yudi.
Selanjutnya: Lebih jauh Yudi menyarankan...