TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak memprediksi dunia masih akan tetap menghadapi tantangan yang cukup berat pada tahun 2023 ini. Tak sedikit yang meramalkan resesi benar-benar akan terjadi seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Resesi ekonomi adalah kondisi perekonomian suatu negara yang sedang memburuk. Hal ini terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Baca: 919.071 Pekerja Terkena PHK, Sri Mulyani Siapkan Sejumlah Strategi
Berikut ini beberapa proyeksi dan tanggapan atas ancaman resesi yang bakal terjadi pada tahun 2023.
1. Bos IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva kembali memperingatkan sebagian besar ekonomi global bahwa 2023 akan menjadi tahun yang sulit. Keadaan itu diperkirakan akan terjadi sebab mesin utama pertumbuhan global - Amerika Serikat, Eropa dan Cina - semuanya mengalami aktivitas yang melemah.
Kristalina Georgieva menyampaikan pandangannya ini pada 1 Januari 2023, di program berita Minggu pagi CBS 'Face the Nation'. Dia menyebut tahun ini akan menjadi "lebih sulit daripada tahun yang kita tinggalkan.
"Mengapa? Karena tiga ekonomi besar - AS, UE, dan Cina - semuanya melambat secara bersamaan," katanya.
Sebelumnya, pada Oktober 2022, IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023. Hal tersebut mencerminkan hambatan yang terus berlanjut dari perang di Ukraina serta tekanan inflasi dan suku bunga tinggi yang direkayasa oleh bank sentral seperti The Federal Reserve yang bertujuan untuk membawa tekanan harga tersebut ke tingkat yang lebih rendah.
2. Ekonom Faisal Basri
Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyebutkan ada perbedaan signifikan tentang kondisi Indonesia saat menghadapi krisis pada tahun 2008 dan ancaman resesi global tahun 2023. Krisis pada 2008-2009 dipicu oleh krisis finansial global di Amerika Serikat dan dampaknya ke Indonesia saat itu sangat kecil.
Efek penuh krisis baru dirasakan pada tahun 2009, saat pertumbuhan ekonomi global berada di minus 0,1 persen, tapi Indonesia masih bisa mencetak pertumbuhan 4,6 persen. Hal itu terjadi karena sektor keuangan Indonesia belum terlalu dalam dan tidak terintegrasi dengan sektor keuangan global.
Soal ancaman resesi, menurut Faisal Basri, meskipun perekonomian Indonesia tak lepas dari perekonomian global, tetap butuh waktu untuk dampaknya menjalar ke Tanah Air. Ia mengingatkan agar tiap pihak untuk tetap waspada karena resesi adalah perpaduan antara demand shock dan supply shock, diiringi inflasi yang sangat tinggi, ditambah pengaruh pandemi Covid-19 yang masih terjadi.
3. Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi, dalam kunjungannya ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Senin, 2 Januari 2023, berharap Indonesia tidak terkena imbas resesi global. “Kalau bisa melewati turbulensi kemarin di 2022, harapannya nanti, pada 2023, tahun ujian, kalau bisa lewati, insya Allah di tahun 2024 akan lebih mudah bagi pertumbuhan ekonomi kita,” ucapnya.
Sebelumnya, pada awal Agustus 2022 lalu, kepala negara mengungkapkan bahwa perekonomian dunia pada 2023 mendatang akan mengalami kegelapan atau resesi ekonomi global. Saat itu ia meminta masyarakat berhati-hati. Tahun 2023 disebutnya sebagai tahun gelap akibat krisis ekonomi, pangan, hingga energi akibat pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia-Ukraina.
Jokowi mengaku mendapatkan prediksi itu setelah mengobrol dengan Sekretaris Jenderal PBB, IMF, hingga sejumlah kepala negara G7. "Beliau-beliau menyampaikan 'Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit', terus kemudian seperti apa? 'Tahun depan akan gelap. Ini bukan indonesia, ini dunia, hati-hati," ujar Jokowi saat membuka Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat, 5 Agustus 2022.
4. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyan Indrawati sebelumnya menyatakan ancaman resesi yang mengintai ekonomi global pada 2023 terjadi karena pelbagai faktor, mulai perubahan iklim hingga meningkatnya tensi geopolitik.
“Tantangan-tantangan masyarakat dan ekonomi yang continuously di bawah tekanan dan shock ini bukan kaleng-kaleng, istilahnya shock-nya sangat besar, yang memang kemudian jika APBN sendiri tidak tahan, APBN-nya jebol duluan, kalau APBN jebol duluan, ekonomi ikut jebol,” katanya di Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2022.
Sri Mulyani juga menekankan bahwa APBN akan tetap berperan sebagai shock absorber. APBN juga bakal menjadi instrumen penahan tekanan gejolak krisis, sama halnya seperti pada masa pandemi Covid-19.
REUTERS | ANTARA | MOH KHORY ALFARIZI
Baca juga: Lo Kheng Hong Beberkan 3 Alasan Yakin RI Tak Alami Resesi pada 2023
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.