TEMPO.CO, Jakarta -Sebanyak 919.071 pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK pada periode Januari - November 2022.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani dalam konferensi pers terkait Perpu Cipta Kerja di kantornya secara online, Jakarta Selatan, Selasa 3 Januari 2023
Hariyadi mengatakan data tersebut mengacu pengambilan klaim pekerja dengan alasan PHK yang tercatat di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
"Aksi PHK besar-besaran tersebut diakibatkan oleh dampak pandemi Covid-19 yang masih dirasakan sejumlah perusahaan," katanya.
Selain itu, Hariadi menilai, PHK besar-besaran juga disebabkan karena menurunnya kinerja ekspor. "Aksi PHK secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh kenaikan upah minimum provinsi (UMP). Hal ini mengakibatkan perusahaan terpaksa melakukan efisiensi," imbuhnya.
Lebih lanjut, Hariadi menilai, akibat PHK besar-besaran ini, ada pengaruh (UMP) juga, mungkin tidak secara langsung pengaruh UMP, perusahaan melakukan efisiensi. "PHK pada 2022 banyak terjadi di sektor bisnis terkait aktivitas ekspor," ujarnya.
Namun Hariyadi enggan menyebut daftar perusahaan yang banyak melakukan PHK terhadap karyawannya. "Kemungkinan besar (PHK) sektor yang eksportir lebih banyak," ulangnya.
Guna mencegah permasalahan PHK semakin meluas, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan akan memanfaatkan ruang fiskal tahun ini yang tersisa.
Menurutnya belanja negara masih banyak yang bisa dikerahkan dua bulan terakhir di tahun 2022. "Alokasi belanja negara yang diperkirakan akan meningkat cukup pesat pada 2 bulan terakhir. Ini tentu akan meningkatkan kemampuan perekonomian untuk bisa menahan gejolak," ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, belanja negara yang masih tersisa Rp 1.200 triliun (November 2022) akan dimanfaatkan untuk keperluan pemberian bantuan sosial.
Menurut dia, alokasi dapat berupa berbentuk subsidi upah lagi atau program bansos lain yang tengah berjalan.
"Jadi ini diharapkan akan memberikan tambahan bantalan sosial bagi masyarakat kita. Nanti akan kita lihat berapa masih banyak space yang akan diakselerasi di dalam pembayaran berbagai bantuan sosial," ujar Sri Mulyani.
Selain bansos, Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) juga diarahkan memberikan stimulus terhadap iklim bisnis berbagai sektor industri.
Stimulus ini katanya masih mengacu pada program-program yang tercakup dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
"Umpamanya dengan berbagai kementerian lembaga untuk memulihkan kembali sektor pariwiasata. Untuk sektor manufaktur berbagai stimulus yang selama ini diberikan supaya mereka pulih kembali juga terus ditingkatnkan," kata dia.
Menurutnya, dengan memanfaatkan belanja APBN, khususnya belanja pemerintah pusat yang besarannya masih setitar 40 persen dari total alokasi yang dianggarkan pada tahun 2022 masih akan memiliki daya dukung untuk mendorong agregat permintaan secara signifikan.
ANTARA | SWA.co.id
Baca Juga: PHK 60 Ribu Karyawan di 2022, Asosiasi Tekstil Minta Perlindungan Pemerintah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.