OJK mencatat indeks literasi keuangan masyarakat saat ini sekitar 38 persen, namun indeks inklusi keuangannya sudah 76 persen. Tingkat literasi merujuk pada pemahaman masyarakat terhadap akses produk dan jasa keuangan. Sementara itu, inklusi merujuk penggunaan produk dan jasa keuangan.
"Indeks inklusi kita lebih tinggi dari pada literasinya, berarti banyak orang yang menggunakan produk dan jasa keuangan tapi sebenarnya belum paham," kata dia.
Adapun soal pengetahuan tentang keuangan syariah, kata Kiki, kondisi indeks literasi dan inklusinya jauh lebih rendah atau lebih kecil ketimbang konvensional. Secara umum, untuk komunitas masjid, indeks literasinya nasih sekitar 8 persen dan indeks inklusi sebesar 9 persen.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi sebelumnya menargetkan inklusi keuangan Indonesia pada 2024 mencapai 90 persen. "Target inklusi yang semakin meningkat harus dibarengi peningkatan indeks literasi," kata Jokowi.
Pengasuh Ponpes Al-Munawwir Krapyak, KH. R. Abdul Hamid Abdul Qodir mengatakan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah perlu sinergi kuat di antara berbagai elemen masyarakat terutama santri dan pesantren. "Santri dan pesantren memperkuat ekosistem pembangunan ekonomi dan keuangan syariah yang inklusif," kata dia.
Ia mengatakan Kementerian Agama mencatat total santri di Indonesia sampai 2022 mencapai 4,1 juta tersebar di 2.722 pesantren. Itu baru santri dari NU saja. "Jumlah pondok pesantren dan santri yang besar ini jelas elemen penting mendorong kemajuan peradaban di pesantren," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Baca juga: Modal Inti Bank Wajib Rp 3 Triliun pada Desember 2022 atau Jadi BPR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.