TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat ekspor Indonesia secara kumulatif pada periode Januari-September 2022 mengalami peningkatan 33,49 persen. Peningkatan itu setara dengan US$ 219,35 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto menjelaskan ekspor nonmigas naik 33,21 persen menjadi US$ 207,19 miliar. Ekspor nonmigas ditopang kelompok bahan bakar mineral dan lemak serta minyak hewan nabati.
“Bahan bakar mineral nilainya US$ 39,88 miliar atau share-nya sebesar 19,25 persen. Kemudian komoditas lemak dan minyak hewan nabati nilainya sebesar US$ 26,21 miliar dengan share sebesar 12,65 persen,” ujar dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2022.
BPS juga mengungkap, jika melihat perkembangan ekspor menurut sektornya, pada periode Januari-September 2022, seluruh kelompok mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada periode tahun berjalan ini, nilai ekspor tertinggi terjadi pada sektor industri pengolahan, yaitu sebesar US$ 156,18 miliar.
Baca juga: Indika Energy Bicara Permintaan Ekspor Batu Bara ke Eropa
Sedangkan kenaikan tertinggi tercatat terjadi di sektor pertambangan dan lainnya sebesar 91,98 persen. Ekspor nonmigas menyumbang 94,46 persen dari total ekspor Indonesia. “Share terbesar pada ekspor nonmigas ialah pada sektor industri dengan share 71,20 persen dan tambang dengan share 21,68 persen,” kata Setianto.
Sedangkan jika melihat kinerja ekspor beberapa komoditas unggulan, besi dan baja, minyak kelapa sawit, dan batu bara menurun. Turunnya nilai ekspor pada September ini disebabkan oleh melorotnya ekspor komoditas unggulan itu. Penyebabnya adalah turunnya permintaan dan harga komoditas di pasar global, serta volumenya untuk ketiga komoditas unggulan tersebut.
BPS mencoba mencermati penurunan ekspor batu bara Indonesia. Untuk Cina, trennya masih mengalami peningkatan sebesar 41,19 persen. Sedangkan Jepang, India, dan Filipina masing-masing mengalami penurunan hingga minus 3,86 persen; minus 33,47 persen; dan minus 19,72 persen. “Ini kalau kita bandingkan September dengan Agustus 2022,” ucap Setianto.
Sementara itu, jika melihat nilai ekspor berdasarkan provinsi Agustus- September, Setianto menambahkan, terbesar adalah Kalimantan timur yang mengalami peningkatan sebesar 0,02 persen. Sedangkan ekspor dari Kalimantan Selatan turun 23,33 persen dan Kalimantan Tengah turun 20,13 persen. “Serta dari Sumatera Selatan juga mengalami penurunan sebesar 17,86 persen,” ujar Setianto.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023, Ekonom: Bisnis yang Mengandalkan Pasar Domestik Masih Aman
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini