TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan alasan kenaikan suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate hingga 50 basis poin pada September 2022 ini. Biasanya BI menaikkan suku bunga acuannya di level minimal, yaitu 25 basis poin.
Perry menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga acuan dari Agustus 2022 sebesar 3,75 persen menjadi 4,25 persen pada bulan ini lebih disebabkan upaya BI untuk mengendalikan ekspektasi inflasi yang terus meningkat. Selain itu, juga dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Keputusan kenaikan suku bungan tersebut sebagai langkah front loading, preemtive, dan forward looking, untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada paruh kedua 2023," kata Perry saat konferensi pers secara virtual, Kamis, 22 September 2022.
Ekspektasi inflasi di dalam negeri, menurut dia, berpotensi terus menguat seiring dengan pergerakan inflasi global yang semakin tinggi. Ini dipicu ketegangan geopolitik yang terus berlanjut di antara beberapa negara seperti Ukraina dan Rusia, kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta terjadinya fenomena heat wave di beberapa negara.
"Inflasi di negara maju maupun di emerging market meningkat tinggi, bahkan inflasi inti berada dalam tren meningkat sehingga mendorong bank-bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan moneter yang agresif," kata Perry.
Dengan tren inflasi yang berpotensi terus naik ke depan, Perry berujar, bank sentral negara-negara maju semakin agresif menaikkan suku bunga acuannya. Misalnya, bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) kemarin telah menaikkan Fed Fund Rate sebesar 75 basis poin menjadi menjadi 3 – 3,25 persen.
Kata dia, kenaikan suku bunga The Fed itu tidak akan berhenti sampai di situ saja melainkan juga akan meningkat lebih lanjut ke depannya sehingga mendorong penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara-negara lainnya. Kondisi ini dikhawatirkan Perry akan menyebabkan nilai tukar rupiah juga akan semakin tertekan.
Selanjutnya: Inflasi naik melampaui target, rupiah tembus 15.000 per USD.