2. Model bisnis ketinggalan zaman
Thomas menyayangkan model bisnis perseroan daerah yang sampai saat ini masih mengandalkan wahana bermain atau theme park. Dufan, satu-satunya aset theme park andalan Ancol, dianggap tidak cukup menutup beban utang perusahaan meski masih menguntungkan.
Model bisnis ini pun dianggap sudah kuno alias ketinggalan zaman. “Manjemen terlalu lama nempel ke model bisnis Ancol yang sudah ketinggalan zaman,” ujar Thomas.
Thomas mengatakan bisnis theme park tidak cocok dengan pasar wisata di abad ke-21. Bisnis ini membutuhkan investasi yang besar untuk peralatan beserta perawatannya. Sedangkan balik modalnya mesti menunggu sampai 40-50 tahun.
Karena itu, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut tak menyarankan Ancol merealisasikan mimpinya untuk membangun Dufan kedua. Apalagi Dufan pada masa mendatang tak lagi mampu menyasar semua kelas wisatawan.
“Wisatawan kelas menengah atas dengan mudahnya sekarang bisa pakai budget airlines terbang ke Singapura, ke Universal Studio. Atau yang punya daya beli kuat, mereka akan langsung ke Sentosa Island,” ucap Thomas.
Ketimbang menambah theme park seperti Dufan, Thomas mengatakan Ancol ke depan akan memprioritaskan belanja modalnya untuk pengembangan wahana-wahana yang mengandalkan teknologi digital dan artificial intelligence.
Modal yang diperlukan untuk penyediaan wahana digital ini, kata dia, jauh lebih kecil atau hanya satu per sepuluh dari kebutuhan membangun theme park.
Paralel dengan kebutuhan investasi yang lebih minim, kesempatan untuk balik modal pembangunan wahana digital pun lebih cepat. Thomas menaksir balik modal penyediaan atraksi wisata itu hanya 3-5 tahun.
Utang juga menumpuk sampai Rp 1,4 triliun....