TEMPO.CO, Jakarta - Lampu kantor di lantai 30 gedung APL Tower, Jakarta Barat kerap menyala lebih lama dari tetangganya. Kantor itu disewa oleh PT Fiberhome Technologies Indonesia, yang menggarap proyek jumbo base transceiver station (BTS).
“Kami biasanya bekerja sampai pukul 18.00 WIB atau bisa lebih malam,” kata seorang pegawai yang keluar salah satu ruangan, Kamis sore, 9 Juni 2022. Seluruh lantainya berkarpet abu-abu. Tampak lebih dari lima orang duduk terpisah kubikal. Suasananya lebih nyenyat, hanya ada dua-tiga orang sesekali mengobrol.
Di sampingnya ruangan itu, tampak bilik bertulis meeting room 1. Luasnya empat kali lebih kecil, 3x3 meter berdinding kaca dengan stiker sandblast. Di dalam ruangan, ketiga pria berbicara dengan bahasa mandarin.
Fiberhome, perusahaan telekomunikasi asal Cina, berkantor di area komersial Central Park. Fiberhome ikut dalam proyek pemerintah untuk membangun BTS di bawah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti).
Pemerintah memiliki target mendirikan 7.904 BTS 46 dengan anggaran Rp 28,3 triliun hingga 2022. Proyek ini mulai berjalan pada akhir 2020 dan anggarannya berasal dari setoran perusahaan telekomunikasi kepada Bakti.
Baca juga:
Menggandeng PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Telkom Infra) dan PT Multi Trans Data (MTD), FiberHome memenangi tender proyek BTS untuk mengerjakan paket I dan II di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, Maluku, dan Sulawesi. Konsorsium Fiberhome mengerjakan pembangunan BTS di wilayah non-Papua untuk memperluas jaringan Internet 4G di 2.700 desa dan kelurahan.
Paket 1 mencakup 1.364 desa dan kelurahan yang terdiri atas 132 desa di Sumatera (area 1), 456 desa di NTT (area 2), dan 776 desa di Kalimantan (area 3). Sedangkan Paket 2 mencakup 1.336 desa di Sulawesi (area 4) dan 800 desa di Maluku (area 5). Pada 2021, semestinya Fiberhome sudah menggelarkan total 1.493 sites.
Namun hingga akhir Maret 2022, pekerjaan pembangunan BTS jauh dari target. Bila secara keseluruhan pembangunan BTS baru menyentuh 42,6 persen, capaian tower yang dibangun konsorsium Fiberhome hanya kelar separuh atau 51 persen. Sedangkan capain radio frequency system (RFS-nya) hanya 27,5 persen.
Bermasalah dengan Kontraktor