TEMPO.CO, Jakarta - Sholikhin, petani tembakau, sudah lama melakukan tumpang sari di lahannya seluas 7.000 meter persegi di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Tak semua ditanam tembakau. Ia juga menanam tanaman hortikultura seperti cabai, caisim, dan kol meski sebagian besar tetap berupa tembakau di lahannya yang berada di ketinggian 1.200 di atas permukaan laut itu.
“Inginnya sih semua ditumpang sari, tapi tanaman yang bandel di ketinggian di atas seribu meter tanpa mengandalkan air saat musim kemarau ya cuma tembakau walaupun tetap buntung,” kata dia kepada Tempo saat mengikuti Sekolah Tani Mandiri di SMK Muhammadiyah Mertoyudan Magelang yang diadakan Muhammadiyah Tobacco Control Center Universitas Muhammadiyah Magelang, pada 28 Januari 2022.
Pada tanaman yang berada di atas ketinggian 1.000 dpl, masalah pengairan selalu jadi problem utama. Petani, sebenarnya pernah ditawari pemerintah daerah untuk dibuatkan embung yang akan menampung hujan, sebagai cadangan untuk tanaman di musim kemarau. Tapi syaratnya, mereka harus merelakan sedikit lahannya, patungan dengan petani lain untuk keperluan pembuatan embung itu. “Petani masih keberatan karena mereka punya lahan itu beli, sementara membuat embung itu kan sangat luas,” katanya.
Embung, yang biasanya sebesar lapangan bola, sebenarnya cukup efektif untuk menampung air hujan. Tapi bagi petani, kata Sholikhin, daripada untuk pembuatan embung, lahan digunakan untuk menanam agar kultur bertani tetap lestari kendati hasilnya buntung.
Menurut Sholikhin, bertanam tembakau menguntungkan itu hanya terjadi di masa lalu. Saat ini, harga tembakau basah dari petani hanya di kisaran Rp 3.500. Ia membuat perhitungan, dalam satu pohon tembakau, akan menghasilkan satu kilogram tembakau. Jika dalam lahan seluas seribu meter persegi, tembakau yang ditanam hanya sekitar 1.200 pohon, biasanya yang bisa dipanen sekitar satu ton saja.
Iwan, 27 tahun, tengah melipat daun tembakau saat panen di kawasan dataran tinggi Kiarapayung, Kecamatan Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 27 Februari 2021. Petani tembakau sendiri mengecam kenaikan tarif cukai rokok 12,5 persen yang berimbas pada daya serap tembakau di pasar setelah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata tertimbang sebesar 12,5% pada 1 Februari 2021. TEMPO/Prima Mulia
Ini artinya, dalam tiga setengah bulan masa tanam, petani hanya mendapatkan Rp 3,5 juta belum dikurangi ongkos produksi. “Biasanya ongkos produksinya Rp 1,7 juta untuk lahan seribu meter,” ujar bendahara kelompok tani Windusari ini.
Agar tak selalu buntung, Sholikhin mengambil lahan sekitar seribu meter persegi untuk tanaman tumpang sari cabai. Cabai ia tanam di tempat yang lebih rendah agar urusan pengairan tidak terlalu merepotkan. “Ditumpang bersama tembakau sebagai tanaman inti, tapi hasilnya tetap mengesankan cabai meski hasil panen berlimpah,:” katanya.
Ia menuturkan, dengan diversifikasi cabai, dari seribu meter persegi itu, Sholikhin bisa mendapatkan 7 kuintal cabai. “Dijual Rp 10 ribu per kilogram belum untung, baru dapat untung kalau Rp 15 ribu per kilogram,” tuturnya. Hasil panen cabai ini, kata dia, mampu menjadi pelipur lara saat penjualan daun tembakau benar-benar buntung.
Dengan hasil tanam tembakau tak menggiurkan ini, wajar jika Istanto sudah lama meninggalkannya dan memilih menanam ubi jalar. Ia sudah mentok bertanam tembakau. “Buntung terus bertahun-tahun,” katanya. Ia terus mencari informasi ke berbagai tempat bagaimana membuat daun tembakaunya dulu menghasilnya rupiah. Tapi tak kunjung berhasil.
“Saya datangi pemerintah untuk tanya, mengapa tata niaga tembakau malah merugikan petani, tapi ya tak ada solusi,” katanya. Ia menuturkan, dalam penjualan daun tembakau, masa-masa gemilang sudah lewat. “Jauh lebih menguntungkan bertanam ubi, dalam seribu meter persegi, bisa panen 2-3 ton,” katanya.
Perkebunan kopi di Temanggung yang ditanam di lahan bekas pertanian tembakau. Foto: TEMPO | Istiqomatul Hayati,
Persoalan tata niaga tembakau juga dikeluhkan Muhamad Nur Ajib. Petani tembakau di Kelurahan Paponan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temamggung ini sudah lima tahun ini menanam tanaman hortikultura seperti bawang merah dan bawang putih yang menumpang lahan pertanian tembakaunya. Ia juga bertanam lombok dan palawija seperti kemiri.
Menurut Ajib, budaya bertanam tembakau di Temanggung udah dimulai pada abad ke-18 atau 1700-an. Dulu, kata dia, ada 18 kecamatan di Temanggung yang memiliki potensi luar biasa dari pertanian tembakau mereka. “Tapi kini tembakau sudah tidak dihargai lagi, mulai bertanam cabai pada 1997.”
Ajib menunjukkan kejayaan tembakau di masa dulu. Pada 1995, ketika harga emas per gramnya masih Rp 2.500, harga tembakau satu kilogram sudah Rp 15 ribu. “Sekarang emas satu gram Rp 900an ribu, harga tembakau kita yang bagus Rp 50-60 ribu per kilogram,” katanya dengan tertawa getir saat ditemui Tempo di tempat Wisata Alam Kopi Posong, Temanggung, akhir Januari lalu.
Ia mengaku tak habis pikir, pemerintah tak juga mampu mengatasi tata niaga tembakau. Akibatnya, tembakau hasil pertanian petani hanya dibeli oleh industri rokok lewat tangan yang berlapis-lapis dengan harga suka-suka. Keuntungan yang seharusnya mereka peroleh acap kali tergerus akibat sistem kartel dari para penentu harga.
Jika sudah begini, daripada hasil panen daun tembakau membusuk, petani memilih menjualnya meski harganya murah dan alami buntung. "Tolonglah pemerintah buat tata niaga tembakau yang bisa membantu petani biar tidak rugi terus," katanya.
Walhasil, ketika tembakau tak lagi menjadi panen emas bagi petani, mereka pun beralih ke berbagai pertanian pengganti seperti Kopi Posong yang kini sedang menjadi primadona di Temanggung atau cabai. “Dari 18 kecamatan potensi pertanian tembakau, kini tinggal 14 yang masih menanam tembakau. Dan di antara itu, ada enam desa yang benar-benar ogah bertanam tembakau dan kini beralih kopi,” ucapnya.
Baca juga: Pengamat Ekonomi: Indonesia Alami Darurat Konsumsi Rokok, Cukai Rokok Harus Naik
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.