TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex, Welly Salam, melaporkan ke Bursa Efek Indonesia soal kondisi terakhir perseroan beserta anak usahanya tidak lagi berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Hal tersebut disampaikan dalam keterbukaan informasi ke otoritas bursa pada Selasa, 25 Januari 2022. Welly menjelaskan, rencana perdamaian yang diajukan perseroan dan anak usahanya telah dihomologasi.
"Keputusan hasil sidang Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada Selasa 25 Januari 2022, menyatakan rencana perdamaian yang diajukan perseroan dan anak usahanya pada rapat kreditur telah dihomologasi," kata Welly seperti dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Selasa, 25 Januari 2022.
Dengan dihomologasinya rencana perdamaian itu, maka emiten tekstil dan anak perusahaannya itu tidak lagi berada dalam keadaan PKPU. Adapun anak usaha perseroan yang dimaksud adalah PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Welly sebelumnya mengatakan Sritex bakal fokus menyelesaikan proposal perdamaian dengan kreditur dalam mencapai homologas. Hal ini sesuai dengan perpanjangan PKPU sampai 25 Januari 2022.
"Perseroan juga akan fokus pada penyampaian laporan keuangan interim dan tahunan 2021," ucap Welly.
Adapun kinerja keuangan perseroan, menurut dia, akan difokuskan pada pemenuhan untuk kegiatan operasional dan untuk satu tahun ke depan, mampu memenuhi keputusan hasil perdamaian PKPU.
Namun akibat pandemi Covid-19 yang berlanjut pada kuartal II tahun 2021, emiten tekstil dengan kode saham SRIL ini mengalami arus kas negatif. Walhasil, pembayaran kewajiban kepada kreditur atau bank menjadi terkendala. "Strategi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan restrukturisasi pinjaman bank dan lembaga keuangan lainnya," tuturnya.