TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah memutuskan melarang kegiatan ekspor batu bara selama sebulan penuh, sejak 1 hingga 31 Januari 2022 untuk menjamin ketersediaan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik dalam negeri. Lalu bagaimana dampaknya terhadap neraca perdagangan nantinya?
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menilai larangan ekspor batu bara perlu dilihat dari sisi kepentingan pemulihan ekonomi nasional. Artinya, tak bisa hanya dilihat pada kontribusi komoditas tersebut pada kinerja ekspor.
Sebab, menurut Faisal, pasokan batu bara untuk kebutuhan listrik penting untuk menjamin aktivitas manufaktur dan ekonomi di dalam negeri tetap berjalan. Selain itu, potensi ekspor dari batu bara yang hilang bisa digantikan dengan ekspor produk lainnya seperti minyak sawit dan besi dan baja.
Dalam catatannya, surplus perdagangan dalam beberapa bulan terakhir telah melampaui besaran ekspor batu bara. “Kalau kita asumsikan ekspor batu bara di kisaran US$ 2 miliar sampai US$ 3 miliar, sementara surplus di atas US$ 4 miliar per bulannya, masih ada surplus," ujarnya, Senin, 3 Januari 2022.
Sedangkan untuk ekspor manufaktur dan komoditas lain seperti besi dan baja dan CPO, kata Faisal, masih bisa meredam kehilangan yang mungkin timbul dari hilangnya ekspor batu bara.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie juga optimistis ekspor alas kaki bisa tetap tumbuh secara bulanan pada awal tahun. Dibandingkan bulan Desember 2021, ekspor produk ini diyakini tetap naik.
Hal ini, menurut Firman, berbeda dengan tren ekspor nonmigas yang secara historis turun secara bulanan pada Januari dibandingkan dengan bulan sebelumnya. “Trennya belum langsung turun pada Januari, kemungkinan mulai turun pada Mei low season di alas kaki,” ucapnya.
Ekspor alas kaki pada Januari 2021 sebesar US$ 490,11 juta, naik bila dibandingkan dengan kinerja ekspor Desember 2020 yang bernilai US$ 461,94 juta. Kenaikan serupa juga terlihat pada Januari 2020 yang bernilai US$ 424,22 juta dari US$ 366,90 juta pada Desember 2019.
Meski begitu, ia tak bisa memastikan kinerja ekspor alas kaki bisa memberi kontribusi signifikan pada neraca perdagangan sebagaimana batu bara. Hanya saja, kata Firman, larangan ekspor batu bara bisa mendukung upaya pemenuhan pasokan listrik bagi pabrik.