TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa sinkronisasi dari normalisasi kebijakan moneter di tingkat global telah masuk dalam fokus pembahasan Presidensi G20 Indonesia sepanjang 2022.
Pembahasan itu menyoroti ekonomi negara maju yang mulai pulih dan bersiap melakukan normalisasi kebijakan moneter, sementara negara berkembang masih dalam tahap berjuang memulihkan ekonomi.
Hal tersebut, menurut Perry, penting agar pemulihan ekonomi negara-negara berkembang tidak terganggu akibat kebijakan normalisasi negara maju. “Inilah (akan dibahas) kebijakan-kebijakan apa yang diperlukan negara berkembang agar dampak spillover globalnya tidak mempengaruhi negara berkembang,” katanya, Kamis, 9 Desember 2021.
Perry menjelaskan bahwa BI akan tetap menjaga suku bunga acuan di tingkat rendah pada level 3,5 persen hingga ada tanda-tanda kenaikan inflasi. Bank sentral akan mengurangi kelebihan likuiditas secara bertahap tapi tidak mengganggu kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit dan pembelian SBN di pasar sekunder.
"Dan juga terus melakukan koordinasi fiskal dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar SBN,” ucap Perry.
Lebih lanjut, kata Perry, dalam Presidensi G20 Indonesia, akan dibahas juga mengenai peran Dana Moneter Internasional (IMF) terkait dengan normalisasi kebijakan moneter di tingkat global. Peran IMF diperlukan untuk menyinkronkan kebijakan antara negara maju dan negara berkembang.