TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Suryadi JP menyoroti besarnya utang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Karya akibat strategi menggenjot pembangunan infrastruktur menggunakan utang.
Suryadi memberi contoh Waskita Karya yang mencapai Rp 89,72 triliun berdasarkan laporan keuangan pada akhir kuartal II 2021. Dari total utang tersebut, sebesar Rp 48,55 triliun merupakan kewajiban jangka pendek. Sementara itu aset perusahaan tercatat sebesar Rp 105,34 triliun.
"Ternyata hanya Rp 33,54 triliun yang tercatat sebagai aset lancar dimana nilainya lebih kecil dari kewajiban jangka pendek perusahaan," kata Suryadi dalam keterangan tertulis, Senin, 11 Oktober 2021.
Akibat utang yang menggunung tersebut, tutur Suryadi, Waskita terpaksa menjual sebagian kepemilikannya di beberapa ruas tol. Yang terbaru adalah penjualan saham di ruas tol Cibitung-Cilincing senilai Rp 2,44 triliun yang dilakukan kepada PT Akses Pelabuhan Indonesia (API) selaku pemegang saham 45 persen persen dari jalan tol tersebut.
"Sebetulnya penjualan kepemilikan saham di beberapa ruas tol bisa saja dilakukan, akan tetapi FPKS menyoroti besarnya utang BUMN Karya tersebut," ujar Suryadi.
Ia mengatakan strategi menggenjot pembangunan infrastruktur menggunakan utang bukanlah tanpa risiko. Dengan besarnya kewajiban jangka pendek akibat penugasan pembangunan infrastruktur tersebut, maka jika kemudian tidak berhasil menjual kepemilikan sahamnya, BUMN tersebut berpotensi mengalami kebangkrutan.