Apabila itu terjadi, pada akhirnya perseroan harus ditolong melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara dan pada akhirnya membebani kas negara yang seharusnya dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya.
Dengan demikian, Fraksi PKS berpendapat bahwa seharusnya pemerintah berhati-hati dalam melakukan percepatan pembangunan infrastruktur melalui penugasan BUMN yang pembiayaannya berbasis utang BUMN.
Segala bentuk pembangunan berbasis utang, kata Suryadi, harus memperhatikan tingkat pemanfaatan jangka pendek maupun jangka panjang dan skema pengembaliannya harus dibuat sesuai dengan skenario pemanfaatannya. Selain itu juga dibutuhkan perencanaan yang matang berdasarkan hasil survei yang kredibel.
Sehingga, tidak terjadi kesalahan perhitungan yang menyebabkan terjadinya pembengkakan seperti yang telah terjadi pada proyek tol Cibitung-Cilincing dari semula diperkirakan sekitar Rp 4,6 triliun menjadi Rp 10,8 triliun.
Contoh lainnya, ujar Suryadi, seperti proyek Kereta Cepat yang semua diperkirakan menelan biaya Rp 80 triliun tetapi kemudian membengkak menjadi sekitar Rp 110 triliun. "Dengan perencanaan pembangunan dan pembiayaan yang matang diharapkan tidak akan menjadi beban bagi anggaran belanja negara," ujar dia.
Baca Juga: Ingkar Janji Jokowi, dari Tax Amnesty sampai Kereta Cepat Tanpa APBN