TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang sebelumnya bernama RUU Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, akan disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada pekan depan. Benarkah ada klausul soal tax amnesty dalam produk hukum itu?
Di dalam aturan tersebut, pemerintah memberi kesempatan bagi wajib pajak mengungkapkan harta yang belum atau kurang diungkapkan. Konsep itu serupa dengan pengampunan pajak atau tax amnesty 2016 silam.
Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan periode 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015 akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan Pajak Penghasilan. Tarifnya berkisar 6 persen, 8 persen, dan 11 persen tergantung keberadaan dan jenis investasi harta tersebut.
Meski serupa, Ketua Panitia Kerja Rancangan UU KUP Dolfie O.F.P menyatakan program ini bukan tax amnesty. "Penekanannya pada upaya peningkatan kepatuhan secara sukarela untuk melaporkan kewajiban pajak yang belum dilaporkan. Tujuannya lebih kepada data basis pajak," kata dia, Kamis, 30 September 2021.
Dinukil dari draf RUU HPP yang diperoleh Tempo, pada Bab V Pasal 6 termaktub bahwa program itu akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
Adapun rincian tarif program serupa tax amnesty ini diatur pada Pasal 5 Ayat 7. Berikut adalah rinciannya.
1. Tarif sebesar 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Indonesia, dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di wilayah Indonesia; dan/atau surat berharga negara.
2. Tarif 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Indonesia dan tidak diiventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Indonesia; dan/atau surat berharga negara.