TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menanggapi pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir ihwal adanya indikasi korupsi di tubuh perseroan yang menyebabkan adanya investasi mangkrak dan perusahaan menanggung utang yang cukup besar.
Silmy mengatakan investasi blast furnace yang disinggung Erick Thohir diinisiasi pada 2008 dan memasuki masa konstruksi pada 2012. Sehingga, kata dia, proyek itu dilaksanakan jauh sebelum ia bergabung di Krakatau Steel pada akhir 2018.
“Kaitan adanya indikasi penyimpangan atau korupsi di masa lalu tentu menjadi perhatian manajemen. Fokus saya ketika bergabung adalah mencarikan solusi dan melihat ke depan agar Krakatau Steel bisa selamat terlebih dahulu,” ujar Silmy dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 September 2021.
Menurut Silmy, tren meningkatnya utang dimulai di tahun 2011 sampai dengan 2018. Akumulasi utang Krakatau Steel mencapai Rp 31 triliun disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana.
Manajemen baru Krakatau Steel, tutur dia, berhasil melakukan restrukturisasi utang pada Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.
Ia mengatakan manajemen terus melakukan pembenahan di seluruh lini dan aktivitas usaha. Adapun proses untuk membenahi perseroan merupakan usaha bersama dan membutuhkan waktu setidaknya tiga tahun untuk melihat hasilnya.