TEMPO.CO, Jakarta - Masih ingatkah Anda dengan Kampoeng Kurma, investasi bodong yang sempat ramai diperbincangkan pada akhir 2019 silam? Saat ini PT Kampoeng Kurma Jonggol telah resmi dinyatakan pailit usai proposal rencana perdamaiannya ditolak para kreditur.
Seperti apa perjalanan kasus ini pada awalnya?
Kasus penipuan investasi ini mulai muncul di permukaan setelah sejumlah warga yang merasa dirugikan berbondong-bondong meminta penjelasan ke PT Kampoeng Kurma Group pada medio November 2019 lalu.
Skema Bisnis
Bisnis Kampoeng Kurma mulai menawarkan investasi pada tahun 2017. Promosi gencar dilakukan melalui berbagai media sosial dan tak jarang melibatkan selebritas. Bentuk bisnis yang ditawarkan adalah investasi lahan dengan skema 1 unit lahan seluas 400-500 meter persegi yang ditanami 5 pohon kurma. Lahan tersebut diproyeksikan menghasilkan Rp 175 juta per tahun.
Berikutnya, pohon kurma disebut akan mulai berbuah jika telah memasuki usia 4-10 tahun dan akan terus berbuah hingga 90-100 tahun usia pohon tersebut. Warga masyarakat diiming-imingi janji tiap tahun pohon kurma akan berbuah.
Selain ditanami pohon kurma, ada juga kaveling kebun yang ditambah kolam berisi 10 ribu bibit ikan lele. Manajemen Kampoeng Kurma menjanjikan hasil besar dengan pengelolaan dan perawatan pohon selama lima tahun dan pembeli akan dapat bagi hasil secara syariah.
Sedikitnya ada lima lokasi yang ditawarkan yang akan dijadikan sebagai perkebunan kurma yakni di wilayah Jonggol, Tanjungsari, Cirebon, Jasinga, dan Cianjur. Dengan nilai keuntungan yang fantastis tersebut tak sedikit warga tertarik menanamkan modalnya ke bisnis perkebunan tersebut.
Investasi Macet
Adalah Ivan Nasrun, salah satu warga yang tergiur dan menyetorkan dana Rp 99 juta pada Januari 2018 di bisnis tersebut. Pada pertengahan tahun itu, ia menambahkan enam kavling dengan total dana saat ini yang masih mengendap di perusahaan Kampoeng Kurma sebesar Rp 417 juta.
Namun, imbal hasil yang dijanjikan tidak kunjung diwujudkan oleh PT Kampoeng Kurma Group. Tak hanya Ivan, ratusan investor kecewa dan meminta mereka untuk mengembalikan dana pembelian lahan kavling tersebut. Karena mentok tak puas mendengar penjelasan dari pihak pengelola bisnis, masyarakat melaporkan kasus ini ke polisi.