Sri Mulyani mengungkapkan, pelaksanaan upaya penurunan stunting di daerah masih mengalami beberapa kendala dan tantangan. Salah satu tantangan utama yang perlu mendapatkan perhatian adalah kurangnya koordinasi lintas sektor dan kurangnya pemahaman daerah dan desa atas program-program penanggulangan stunting.
“Untuk itu, peran pemerintah daerah sangat penting untuk terus mendorong program stunting sebagai prioritas utama, dan kepada gubernur/walikota/bupati agar dapat memberikan arahan kepada seluruh dinas dan organisasi perangkat daerah untuk memahami, mengenali, dan berkomitmen untuk menangani stunting ini,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi mengatakan terkait Dana TKDD, sejak tahun 2018 Pemerintah telah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung percepatan penurunan stunting, baik itu DAK Fisik maupun DAK Non Fisik.
Dijelaskan Suprayoga, untuk DAK Fisik, beberapa bidang yang terkait dengan stunting diantaranya adalah DAK Kesehatan, DAK Sanitasi, dan DAK Air Minum.
Sementara untuk DAK Non Fisik, beberapa bidang yang terkait adalah DAK Kesehatan, DAK Keluarga Berencana, dan DAK Pendidikan Anak Usia Dini.
Pemerintah juga menyediakan DAK Non Fisik khusus untuk mendukung konvergensi percepatan penurunan stunting di daerah, melalui BOK Kesehatan.
Namun, lanjut dia, berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan terkait dengan pemanfaatan DAK di tahun 2020, diketahui bahwa banyak daerah yang belum memanfaatkannya secara optimal untuk stunting.
Untuk DAK Fisik, beberapa daerah tidak menyampaikan usulan, bahkan daerah yang sudah mengusulkan pun, seringkali tidak dapat merealisasikan secara optimal.