Berdasarkan evaluasi tersebut, dari 260 kabupaten/kota prioritas stunting tahun 2020, terdapat 102 kabupaten/kota yang tidak memanfaatkan DAK bidang Air Minum dan 111 kabupaten/kota tidak memanfaatkan DAK bidang Sanitasi.
Sedangkan untuk DAK Bidang Kesehatan, masih terdapat 58 kabupaten/kota tak memanfaatkan DAK Sub Bidang Antropometri dan 89 kabupaten/kota belum memanfaatkan DAK Sub Bidang Keluarga Berencana (KB).
DAK Sub Bidang TFC (Therapeutic Feeding Center atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG) menjadi sub bidang yang paling sedikit dimanfaatkan karena baru digunakan oleh 38 dari 260 kabupaten/kota.
Sementara itu, untuk DAK Non Fisik yang secara khusus disediakan untuk mendukung konvergensi penurunan stunting, berdasarkan evaluasi yang dilakukan, ternyata di banyak daerah pemanfatannya hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan, meskipun dana BOK Kesehatan seharusnya dapat digunakan untuk mendukung kegiatan konvergensi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait stunting.
“Oleh karena itu, melalui forum ini saya meminta agar Pemerintah Daerah dapat betul-betul memanfaatkan alokasi DAK yang sudah disediakan untuk mendukung percepatan penurunan stunting,” kata Suprayoga.
Selain DAK, tambah Suprayoga, pemerintah juga menjadikan percepatan penurunan stunting sebagai salah satu indikator dalam pemberian Dana Insentif Daerah (DID).
Diharapkan daerah menjadikan hal tersebut sebagai motivasi untuk dapat menujukkan kinerjanya dalam melakukan percepatan penurunan stunting.
“Untuk 154 Kepala Daerah yang menjadi lokasi prioritas pada tahun 2022, kami berharap agar Bapak dan Ibu juga mempunyai komitmen yang kuat untuk melakukan percepatan penurunan stunting,” imbuhnya.
BACA: Sri Mulyani: Sudah Lebih 14 Bulan, Pandemi Memaksa Kita Berubah