TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai langkah pemerintah menghapus limbah batu bara fly ash dan bottom ash (FABA) dari kategori B3 atau limbah berbahaya hanya memuluskan kepentingan investor. Kebijakan ini dianggap bisa menekan ongkos produksi perusahaan, tapi tidak berpihak pada lingkungan.
“Siapa yang sorak-sorai? Yang sorak-sorai adalah investor. Karena target produksi (batu bara) yang semakin meningkat, limbah ini akhirnya dikeluarkan (dari B3),” ujar Direktur Eksekutif Kalimantan Tengah Dimas Novian Hartono dalam diskusi virtual pada Ahad, 14 Maret 2021.
Dengan keluarnya limbah batu bara dari kategori berbahaya, pelaku usaha akan memperoleh keuntungan karena pengelolaannya lebih murah. Kebijakan yang mempertimbangkan sisi ekonomi tersebut akhirnya akan mendorong investasi masuk.
Namun dampaknya, pengelolaan limbah di sisi hilir akan menjadi longgar dan memperparah kerusakan lingkungan. Di Kalimantan Tengah, Dimas mengatakan, banyak kebocoran yang terjadi karena kapasitas tempat pembuangan tak lagi mampu menampung limbah. Kebocoran ini mengancam hajat hidup masyarakat di sekitar tempat penampungan akibat paparan unsur-unsur kimia.
Karena itu, Dimas memandang kebijakan pemerintah hanya tunduk pada pasar alih-alih melindungi masyarakat. “Kewenangan yang harusnya tinggi akhirnya dikangkangi dengan kebijakan investasi masuk ke Indonesia,” katanya.