Dia mengatakan terdapat sejumlah faktor yang berpotensi menekan kurs dolar AS di 2021. Pertama, kebijakan bank sentral AS atau The Fed yang menunjukkan sinyal masih akan tetap rendah mendekati 0 persen. Hal ini akan mendorong peningkatan likuiditas di negeri Paman Sam tersebut.
Faktor berikutnya, sejumlah lembaga internasional memproyeksikan pemulihan ekonomi negara maju akan lebih lambat dibandingkan negara berkembang. “Di sisi lain Indonesia masih memiliki ketahankan eksternal yang cukup baik,” kata dia.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden As beberapa waktu lalu diyakini turut menjadi sentiment positif bagi perekonomian Indonesia. Salah satunya berpotensi mendorong peningkatan realisasi investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) ke tanah air.
Pada akhirnya, kondisi tersebut akan berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah di 2021. “Capital inflow tentu akan mendukung suplai dolar AS, sehingga rupiah berpotensi menguat hingga ke level Rp 12.000 per US$.”
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan terdapat sejumlah risiko yang patut diwaspadai, sebab berpotensi mengganjal penguatan rupiah tahun depan. “Pertama terkait dengan keberhasilan vaksinasi yang berdampak pada penguatan pemulihan ekonomi. Kalau pun berhasil siklusnya tentu tidak akan langsung bergeliat.”