TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah berpeluang kembali ke level fundamentalnya pada 2021 mendatang. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan kurs akan berjalan seiring dengan pelbagai stimulus kebijakan moneter, mulai dari kebijakan suku bunga rendah dan tren likuiditas longgar.
“Kami memandang rupiah masih bisa menguat karena dari sisi fundamental saat ini masih undervalue,” ujarnya, Selasa 22 Desember 2020. Berdasarkan referensi Jakarta Interbank Dolar Spot Rate (JISDOR), kemarin kurs rupiah berada di level Rp 14.218 per US$.
Tren pembalikan kinerja nilai tukar di sisi lain turut ditopang oleh tingkat inflasi yang rendah serta premi risiko yang semakin membaik. Saat ini, inflasi berada di ksiaran 1,59 persen secara tahunan per November 2020. Bank Indonesia memperkirakan inflasi akan terus berada di bawah target sasaran 3 plus minus 1 persen.
Likuiditas yang longgar juga tak terlepas dari upaya quantitative easing yang dilakukan bank sentral, dimana jumlahnya mencapai Rp 694,9 triliui atau 44,9 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). “Upaya stabilisasi nilai tukar akan terus menjadi concern kami,” ucap Perry.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memproyeksikan nilai tukar rupiah di 2021 dapat menguat hingga di bawah level Rp 14.000 per US$, yaitu mencapai Rp 13.800 per US$. “Kami melihat potensinya di semester 1 bisa mulai menguat, hal ini sejalan dengan penguatan mata uang dunia terhadap dolar AS,” ujarnya.