TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, Sunarso menyampaikan pendapatnya soal penempatan dana pemerintah dalam bentuk deposito di Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara untuk disalurkan menjadi kredit ke masyarakat.
Sunarso menilai sebaiknya penempatan dana pemerintah itu tak lagi diarahkan ke bank, tapi disalurkan langsung ke masyarakat agar bisa mendongkrak daya beli. Hal ini didasari oleh hasil kalkulasi Himbara yang menerima penempatan dana pemerintah Rp 30 triliun beberapa waktu lalu dan harus dikembalikan per 25 September 2020 mendatang.
Dalam hitungan kalangan perbankan, kata Sunarso, bank saat ini tak membutuhkan likuiditas tambahan dari pemerintah. Dengan rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) BRI yang sebesar 84 persen, misalnya, likuiditas perseroan dinilai sangat cukup.
"Sebenarnya dari sisi likuiditas, mungkin lebih tepat bukan diarahkan ke bank tetapi cashflow masyarakat untuk mendorong daya beli. Ini pikiran kami, ternyata kami tidak butuh likuiditas," kata Sunarso dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XI, Kamis, 17 September 2020.
Lebih jauh Sunarso menjelaskan, BRI telah merealisasikan target kredit dari penempatan dana pemerintah pada 7 Agustus 2020 pukul 11.30 WIB ke 695.000 debitur.
BRI, kata dia, juga akan terus melanjutkan kredit meskipun program penempatan dana tersebut telah berakhir. Perseroan akan meneruskan penyaluran kredit hingga September mendatang senilai Rp 50 triliun atau melebihi nilai penempatan dana pemerintah Rp 10 triliun dengan leverage tiga kali lipat.
Seperti diketahui, pada 25 September 2020 nanti genap tiga bulan jangka waktu penempatan dana pemerintah tersebut. Dengan begitu, bank harus melakukan pengembalian dana.
Hanya saja, kredit yang disalurkan ke masyarakat tersebut memiliki jangka waktu lebih lama yakni berkisar selama 4 tahun. "Deposito itu kami kembalikan, tetapi kredit berlangsung dengan jangka waktu 4 tahun. Nanti kami carikan duit," katanya.
BISNIS
Baca: Bos BCA Sebut Ada Debitur yang Gagal Bayar dalam Program Restrukturisasi Kredit