Faktor kedua adalah pernyataan BI pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebelumnya, terkait dengan prioritas BI untuk mengedepankan kebijakan jalur kuantitatif (quantitative easing/QE) dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian Indonesia. Artinya, peluang perubahan suku bunga pada RDG bulan ini relatif rendah. "Ruang penurunan suku bunga masih ada namun terbatas," kata Josua.
Ketiga, yaitu tingkat inflasi yang rendah, seiring dengan inflasi pada Agustus 2020 yang tercatat sebesar 1,32 persen secara tahunan (yoy), lebih rendah dari batas bawah target BI tahun ini sebesar 2 persen. Inflasi rendah mengindikasikan masih lemahnya permintaan dan daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Keempat, perkiraan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) juga akan mengalami penurunan yang signifikan pada kuartal III/2020 akibat neraca dagang yang membukukan surplus tinggi. Kenaikan surplus ini dipengaruhi oleh laju penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor. Untuk mendorong daya beli, BI diperkirakan memberikan stimulus melalui kebijakan non-suku bunga untuk sementara waktu.
Sementara itu Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro mengungkapkan dalam memutuskan kebijakan moneternya, BI akan memperhatikan perkembangan eksternal dan internal. Sedikitnya ada empat katalis yang akan diperhatikan bank sentral yakni stance kebijakan The Fed yang dovish, inflasi dalam negeri yang rendah, menyusutnya defisit transaksi berjalan dan kelesuan pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Oleh karena itu, kata Andry, pihaknya melihat bahwa masih ada ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga. "Sebesar 25 bps di kuartal keempat tahun ini," ujarnya, Kamis, 17 September 2020. Dengan begitu, ia memprediksi suku bunga acuan BI bakal berkisar 3,75 persen.
BISNIS
Baca: Lakukan Quantitative Easing, BI Suntik Likuiditas Perbankan Rp 651,54 Triliun