TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana melebarkan defisit anggaran pada tahun depan. Pengamat Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan desain anggaran menunjukkan adanya kenaikan risiko fiskal. Menurut dia, pemerintah boleh saja memperlebar defisit, tetapi harus jelas pos belanja dan realisasi stimulusnya.
Ia mencontohkan, sektor kesehatan dari awal hanya mendapatkan alokasi 12 persen dari total stimulus PEN. Angka itu jauh dibawah dunia usaha yang mendapat 24 persen. "Jadi APBN itu harus didesain lebih tepat sasaran. Menambah utang itu pekerjaan mudah, yang sulit adalah mengawasi penggunaan anggaran. Disini pemerintah masih lemah," kata dia, Jumat 11 September 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melebarkan defisit anggaran sebesar 0,2 persen dalam postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menjadi 5,7 persen atau setara Rp1.006,4 triliun dari sebelumnya 5,5 persen.
"Dengan mempertimbangkan ketidakpastian pada 2021 dan program yang telah disusun dan dibahas oleh kementerian dengan komisi," ujar Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, pelebaran defisit sebesar 0,2 persen dilakukan karena adanya penurunan target pendapatan negara untuk tahun depan sebesar Rp32,7 triliun menjadi Rp1.743,7 triliun. Pada penyusunan sebelumnya, pemerintah sempat mematok target pendapatan negara dalam RAPBN sebesar Rp1.776,4 triliun.