Adapun penerimaan perpajakan diturunkan sebesar Rp37,4 triliun menjadi Rp1.444,5 triliun dari yang disampaikan sebelumnya sebesar Rp1.481,9 triliun. Sementara untuk target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dinaikkan Rp 4,7 triliun menjadi Rp288,2 triliun dari perkiraan semula dalam RAPBN 2021 sebesar Rp283,5 triliun.
Di sisi lain belanja negara untuk tahun depan naik sebesar Rp2,5 triliun menjadi Rp2.750 triliun dari RAPBN 2021 yang telah disusun pemerintah Rp2.747,5 triliun. Kenaikan belanja disebabkan oleh adanya tambahan subsidi energi mengenai gas elpiji tiga kilogram yang mencapai Rp2,4 triliun dan penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) Rp0,8 triliun sebagai dampak dari perubahan pendapatan negara.
Untuk pembiayaan investasi ada kenaikan Rp169,1 triliun menjadi Rp184,5 triliun atau naik 15,4 triliun. Cadangan biaya pendidikan direncanakan Rp 37,4 triliun. Kewajiban penjaminan akan dicadangkan pada tahun depan sebesar Rp 2,7 triliun.
Dari usulan Panitia Kerja DPR, kata Sri Mulyani, akan ada perubahan alokasi belanja, antara lain realokasi cadangan penyesuaian pendidikan ke pembiayaan, serta tambahan cadangan belanja Pemukihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sekitar Rp15,8 triliun. "Sedangkan pembiayaan lain yakni dengan menggunakan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 15,8 triliun yang akan masuk dalam pembiayaan anggaran," kata dia.
Adapun pembiayaan utang pada postur sementara RPABN tahun depan pun meningkat menjadi Rp 1.177,4 triliun dari yang sebelumnya sebesar Rp 1.142,5 triliun. Menurut Sri Mulyani, pembiayaan utang akan ada kenaikan Rp 34,9 triliun untuk pembiayaan defisit. Ia menuturkan pembiayaan utang akan dilakukan dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp1207,3 triliun yang merupakan penerbitan SBN netto.