Imam mengklaim sudah ada tiga perusahaan yang menyatakan komitmen untuk membeli dua perseroan tersebut. Nilai tawar ketiganya dikatakan lebih dari Rp 75 miliar. Namun, kata dia, selalu gagal. “Kami ingin manajemen Merpati mengevaluasi Tim Likuidasi,” ujarnya.
Di samping itu, ia pun memasalahkan proses penjualan aset BUMN ini yang tidak transparan serta tidak adanya komunikasi antara Tim Likuidasi dan perwakilan pemegang hak solvabilitas. “Tim Likuidasi hanya mengirim satu kali surat balasan berisi undangan bertemu tanpa memperhatikan jeda waktu yang pantas dan tidak menggubris permintaan kami untuk menunda pertemuan karena kami berhalangan pada tanggal dan waktu yang ditetapkan mereka secara sepihak,” ucap Imam.
Dimintai keterangan terkait masalah tersebut, Ketua Tim Likuidasi Puja Jahara tidak memberikan respons baik melalui telepon maupun pesan pendek. Sedangkan salah satu anggota Tim Likuidasi, Soemadji AS, enggan memberikan jawaban. “Silakan hubungi Ketua Tim Likuidasi,” tuturnya. Anggota Tim Likuidasi lainnya, Bambang Ismoyo, juga tidak memberikan jawaban.
Anggota Ombudsman RI sekaligus pengamat penerbangan, Alvin Lie, menilai masalah eks karyawan Merpati semestinya menjadi perhatian Kementerian BUMN dan manajemen perusahaan. Musababnya, kasus ini telah bergulir sejak bertahun-tahun lalu dan belum kelar juga hingga hari ini. “Ini juga membutuhkan niat baik tidak hanya dari manajemen Merpati, tapi juga Kementerian BUMN untuk memberikan hak pekerja,” ujar Alvin, 24 Juni lalu.
Di samping permasalahan solvabilitas, persoalan yang belum tuntas di perusahaan maskapai ekor kuning itu adalah pembayaran pesangon karyawan. Setidaknya, ada 1.233 mantan karyawan yang haknya belum dipenuhi oleh perusahaan. Sebagian besar karyawan tercatat belum menerima pelunasan pesangon sebesar 50 persen, sementara sisanya sama sekali belum memperoleh uang putus. Adapun Total tanggungan PHK yang harus dipenuhi Merpati mencapai Rp 318,17 miliar.
Dimintai tanggapan terkait sejumlah masalah di tubuh Merpati, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin belum memberikan jawabannya. Begitu pula dengan Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian BUMN, Arya Sinulingga.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA