TEMPO.CO, Jakarta – BPJS Kesehatan tengah mengembangkan sistem teknologi informasi untuk mendukung pencegahan terjadinya kecurangan atau fraud. Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan Wahyuddin Bagenda mengatakan sistem digital tersebut sudah dijalankan sejak 2017 melalui Mobile JKN dan terus diperbarui sampai 2020.
“Pada 2018 kami tingkatkan untuk sistem big data dan sucurity. Lalu masuk ke implementasi close payment. Sedangkan 2019 kami sudah masuk ke layanan klaim digital,” tutur Wahyuddin dalam web seminar, Selasa, 30 Juni 2020.
Selanjutnya pada 2020, BPJS Kesehatan mulai mengembangkan sistem smart collaboration dan artificial inteligence untuk mengimplementasikan klaim digital di level fasilitas kesehatan tingkat rujukan. Mobile JKN yang telah dirilis sejak tiga tahun lalu pun ditingkatkan fiturnya menjadi super apps yang dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk pelbagai kebutuhan medis.
Melalui teknologi pula, Wahyuddin mengatakan peserta yang datang ke faskes akan dicek kesahihan datanya melalui finger print atau sidik jari yang terintegrasi dengan sistem teknologi milik BPJS Kesehatan. “Hasil pemanfaatan layanan ini klaimnya akan dikirim ke BPJS dan kami akan melakukan data analityc untuk verifikasi,” tuturnya.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan mengembangkan audit klaim serta mesin pemberi skor yang akan menilai kualitas klaim tersebut. Dari dua sistem ini, manajemen dapat langsung melacak seandainya terdapat kecurangan atau penyelewengan di lapangan.
Isu kecurangan atau fraud yang terjadi dalam program JKN dinilai menjadi salah satu sumber defisit menahun di BPJS Kesehatan. Meski begitu, pada tahun lalu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan fraud yang terjadi hanya 1 persen. Menurut dia, defisit lebih disebabkan besaran iuran yang di bawah angka aktuaria dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
BPJS Kesehatan mensinyalir terdapat empat sumber penyebab fraud. Keempatnya adalah peserta, provider, internal BPJS, dan regulasi yang belum jelas.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA