TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengeluhkan sulitnya kelompok usaha properti memperoleh relaksasi atau keringanan pembayaran utang pokok dan bunga kredit dari kreditur atau perbankan. Dia mengatakan kondisi ini membuat pengusaha semakin sulit bertahan di masa pandemi corona.
"Kami digantungkan terlalu lama oleh perbankan. Padahal yang kami butuhkan adalah kepastian," ujar Totok dalam konferensi pers virtual, Kamis, 14 Mei 2020.
Dia menduga kreditur sulit merealisasikan pemberian keringanan lantaran ada kebijakan yang tidak sinkron antara perbankan dan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Dari sisi OJK, kata dia, otoritas meminta kreditur memberikan stimulus. Namun, di saat yang sama, kreditur tetap memegang ketat acuan mengenai kredit macet atau NPL.
Dengan begitu, Totok pun memandang stimulus ekonomi berupa relaksasi kredit yang diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 belum cukup efektif membantu pengusaha. Padahal, kata dia, restrukturisasi utang sangat penting untuk menyelamatkan bisnis perusahaan dan tenaga kerja di dalamnya.
Totok menjelaskan, kas perusahaan saat ini sebagian difokuskan untuk membayar pegawai yang dirumahkan, namun tetap menerima gaji. Upaya ini dilakukan agar pengusaha tidak mengambil jalan pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai dengan permintaan pemerintah.
"Karena itu kami minta pemerintah ikut mendorong (perbankan) karena bisnis ini multiplier effect," tuturnya.
Adapun berdasarkan data Bank Indonesia yang dikutip REI, per Maret 2020, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp 5.703 triliun. Sebanyak 17,9 persen atau Rp 1.024 triliun disalurkan kepada sektor real estate yang terdiri atas kredit konstruksi, kredit real estate, dan KPR KPA.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA