“Italia bahkan yang terkena tidak bisa melakukan cukup besar karena mereka constraint dari fiskalnya yang memang sudah sangat besar dan GDP dari Italia itu sudah sampai 100 persen,” jelas Sri Mulyani.
Tak hanya itu, Amerika Serikat juga turut mengeluarkan dana stimulus sebesar US$ 2 triliun atau 10,5 persen dari GDP. Bahkan pemerintahan Donald Trump masih menambah US$ 2 triliun, khusus untuk pembangunan infrastruktur dalam rangka pemulihan.
Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) juga mendanai obligasi swasta atau corporate bond dan obligasi daerah atau municipal bond serta melakukan kerjasama swap line dengan lebih dari 160 negara di dunia.
“Ini menggambarkan bahwa krisis ini menyebabkan untuk negara berkembang tidak hanya terpengaruh dari sisi ekspor tetapi juga capital outflow dan di sektor keuangan,” Sri Mulyani menjelaskan.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengeluarkan berbagai kebijakan yang dipusatkan dalam tiga hal yaitu kesehatan, kondisi masyarakat atau social safety net, dan sektor keuangan.
“Pemerintah melakukan berbagai kebijakan inkonvensional di bidang fiskal yaitu meningkatkan anggaran untuk kesehatan sudah pasti karena fasilitas medis untuk menopang tenaga medis dan pembelian alat-alat kesehatan,” tutur Sri Mulyani.