TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Papua minus 16 persen selama 2019. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berdalih, situasi ini terjadi karena harga komoditas yang turun.
“Terutama komoditas tembaga, ya tentu nanti kami lihat ke depannya, kan ada beberapa proyek,” kata Airlangga saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Februari 2020.
Menurut Airlangga Hartarto, sejumlah proyek baru ini nantinya akan menghasilkan pendapatan yang lebih seimbang bagi daerah Papua. “Sehingga tidak sepenuhnya tergantung pada tembaga,” kata dia.
Rabu 5 Februari 2020, BPS mengumumkan ekonomi Maluku dan Papua anjlok drastis, yakni hingga minus 7,4 persen. Penurunan terjadi saat daerah lain justru menikmati pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan penurunan drastis ini terjadi karena perekonomian di Papua yang lesu Sebab, PT Freeport Indonesia belum bisa berproduksi secara maksimal. “Di Papua, ekonominya terkontraksi sampai 16 persen,” kata dia.
Tak hanya ekonomi yang tumbuh minus, kontribusi Maluku dan Papua terhadap ekonomi Indonesia juga paling kecil, yaitu hanya 2,24 persen. Kontribusi tertinggi tetap dari Jawa, yakni sebesar 59 persen.