TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berfokus membangkitkan geliat dunia usaha untuk menopang perbaikan pertumbuhan ekonomi di 2020. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan hal itu akan diwujudkan dengan menggencarkan pemberian insentif perpajakan dan mempromosikannya kepada pelaku usaha besar, hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurut Suahasil, dengan pemberian relaksasi pajak, pelaku usaha memiliki ruang lebih untuk melakukan ekspansi dan mengembangkan bisnisnya, sehingga roda perekonomian kembali bergerak cepat. “Pada 2018 misalnya pemerintah sudah mengalokasikan insentif pajak Rp 221 triliun, kami yakin jumlah itu sudah diterima masyarakat dalam bentuk konsumsi, tercermin dari pertumbuhan ekonomi waktu itu mencapai 5,1 persen,” ucapnya di Jakarta, Kamis 30 Januari 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan relaksasi perpajakan tetap mampu melaksanakan fungsinya untuk mendorong investasi dunia usaha, sekaligus mendorong peningkatan penerimaan negara. “Kami akan terus dorong bagaimana industri manufaktur bisa rebound, ekonomi bisa terus tumbuh dengan kebijakan-kebijakan yang kami keluarkan, sehingga bisa muncul dalam penerimaan,” kata dia.
Sri Mulyani melanjutkan selain insentif, perbaikan tata kelola perpajakan juga didorong, salah satunya menjamin kepastian pelaku usaha dengan mempercepat pemberian restitusi pajak . “Saya berharap administrasi restitusi dari Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai akan semakin akurat,” ucapnya.
Hal itu sekaligus untuk menutup celah pelaku usaha dalam menyalahgunakan fasilitas yang diberikan, terlebih nilai restitusi pajak yang dikembalikan pemerintah juga tidak kecil. “Restitusi pada tahun lalu itu tumbuh 21 persen, tentu kita harus waspadai bagaimana outlooknya di 2020 dan dampaknya pada beberapa sektor usaha.”
Tak hanya itu, pemerintah juga kian memperkuat pemberian insentif untuk dunia usaha dengan menerbitkan rancangan undang-undang sapu jagat atau omnibus law di bidang perpajakan. Kemarin, Sri Mulyani telah berkonsultasi langsung dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani terkait hal itu. Adapun saat ini, ada dua RUU Omnibus Law yang tengah dugodok, yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan. Keduanya juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
Sri Mulyani menambahkan saat ini Presiden Joko Widodo baru menandatangani Surat Presiden untuk Omnibus Law Perpajakan, dan setelah itu Kementerian Keuangan bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyerahkannya kepada dewan.
Sementara itu, Anggota Komisi Keuangan DPR Sarmuji menyatakan ke depan pemerintah perlu memastikan efektivitas dari insentif yang diberikan kepada dunia usaha. "Apa betul fasilitas yang diberikan itu menggairahkan perekonomian," ucapnya. "Jangan lupa juga untuk memberikan arahan yang jelas omnibus law ini ingin ke mana tujuannya, sektor yang spesifik."
Anggota Komisi Keuangan DPR Said Andullah menambahkan pemerintah juga harus menyiapkan strategi dan perencanaan yang terukur, agar kelak insentif yang diberikan benar tak mengganggu penerimaan negara. "Apakah pemerintah sudah menyiapkan sumber-sumber pendapatan yang baru, menggali potensi pajak lainnya untuk mengimbangi antisipasi pendapatan yang hilang akibat peraturan itu."