Maya mengatakan, ajang yang sama sebenarnya sudah diadakan di tingkat ASEAN sejak 1982. Namun, baru pada 2011 Indonesia ikut bergabung. Sehingga, para pemenang UOB Painting of The Year 2019 ini akan mewakili Indonesia, bersaing dengan karya lain dari Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Terakhir pada 2018, pelukis Indonesia menjadi yang terbaik di ASEAN, yaitu lukisan berjudul “Angst” dari Shuvi Widyanto.
Anggota dewan juri lainnya yang juga seorang kritikus budaya, Nirwan Dewanto, mengapresiasi komitmen Bank UOB Indonesia yang rutin menggelar pameran seni lukis ini. Bagi dia, ajang yang dilakukan UOB sudah memenuhi kriteria yang sangat baik, karena menggantungkan kualitas kompetisi pada argumen dewan juri. “Nilai sebuah kompetisi itu ada pada pendapat dewan juri,” ujarnya.
Kualitas pameran yang cukup baik inilah yang membuat Nirwan berkali-kali memuji Bank UOB Indonesia. Terlebih, kata dia, saat ini sudah sangat jarang dilakukan kompetisi seni lukis, tidak seperti zaman dahulu. “Sekarang mungkin tinggal Painting of The Year ini, jadi Bu Maya jangan berhenti, karena ini sangat penting bagi perkembangan seni rupa Indonesia,” kata dia.
Meski begitu, sebagai sebuah entitas bisnis, Maya membenarkan perusahaannya memandang karya seni lukis sebagai sebuah bentuk investasi bagi nasabah mereka. Itu sebabnya, melalui UOB Painting of The Year, Bank UOB berkomitmen untuk berdiskusi dan memberikan saran bagi nasabah mereka bahwa lukisan juga bisa menjadi aset di masa depan. “Kami berikan advice bahwa lukisan adalah salah satu alternatif investasi,” kata dia.