"Disharmoni menyangkut kewenangan memberi izin yang sebelumnya di tangan kepala daerah sekarang berpindah ke lembaga OSS. Fungsi lembaga perizinan yang tadinya didelegasikan UU Penanaman Modal kepada PTSP sekarang bergeser ke lembaga OSS," ungkap Boedi.
Dia menyebutkan kelemahan sistem OSS adalah fitur penentuan lokasi usaha yang belum sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta ketersediaan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
“Hal ini dapat berimplikasi pada pendirian lokasi usaha yang tidak sesuai dengan perencanaan daerah sebagaimana ditetapkan dalam dokumen RTRW, atau bahkan tak berbasis lokasi lantaran ketiadaan RDTR,” kata dia.
Pada aspek tata laksana, Boedi menjelaskan, OSS juga masih menemui kendala, baik terjadi di tingkat pusat maupun daerah. Pada tingkat pusat, sistem OSS belum terintegrasi utuh dengan sistem perizinan Kementerian/Lembaga.
"Sementara di daerah masih terlihat banyak Pemerintah Daerah yang memiliki sistem perizinan daerah mandiri berbasis-aplikasi (melalui PTSP) yang belum terintegrasi dengan lembaga OSS. Bahkan, daerah bisnis utama seperti DKI Jakarta, baru mengintegrasikan JakEVO dan OSS hanya pada pelayanan perizinan SIUP. Izin-izin yang lain masih dilayani di sistem mandiri DKI Jakarta," ujar Boedi.
Sejauh ini, menurut Boedi, belum semua daerah menerbitkan izin usaha dan izin komersial atau operasional melalui OSS.