Eko menyebutkan teknologi nuklir yang digunakan dalam dunia medis masih belum banyak diterima masyarakat padahal sangat aman untuk pengobatan. Para ahli kedokteran nuklir juga masih mengembangkan teknologi ini untuk penyembuhan kanker ganas lainnya seperti kanker servic dan kanker payudara serta kanker prostat dan penyakit jantung.
Untuk penyakit jantung, kata Eko, teknologi nuklir mampu menekan operasi pemasang ring pada syaraf di jantung yang sudah lemah berfungsi. Dengan teknologi nuklir akan bisa mengetahui syaraf mana yang mati sehingga perlu dipasang ring dan tidak perlu dipasang ring. "Sehingga bisa menekan biaya yang harus dikeluarkan BPJS dan hanya perlu pengobatan biasa saja."
Hal senada disampaikan oleh pakar kedokteran nuklir, Johan Mansyur. Ia menyebutkan nuklir masih menjadi momok bagi masyarakat. Pengobatan teknologi nuklir masih jarang digunakan meski dampaknya sangat rendah bila dibandingkan dengan menggunakan X-Ray atau dengan kemoterapi yang bikin kepala rontok.
"Masih ada kesan nuklir itu momok, padahal teknologi kedokteran nuklir sangat aman dan terbukti para ahli dokter nuklir ini punya anak dan tidak mandul karena radiasi," kata dia.
Selain nuklir masih menjadi momok, keberadaan dokter ahli nuklir di Indonesia masih sangat terbatas dan kini jumlahnya hanya 60 orang saja. Ditambah lagi teknologi dan alat kesehatan untuk aplikasi teknologi nuklir dalam bidang kesehatan sangat mahal.
Di Indonesia rumah sakit yang sudah menggunakan menyembuhkan penyakit kanker dengan teknologi kedokteran nuklir masih terbatas. Sejumlah fasilitas kesehatan itu di antaranya di Medan baru 1 rumah sakit, di Jakarta 7 rumah sakit, di Bandung 2 rumah sakit, di Semarang 1 rumah sakit, dan di Samarinda 1 rumah sakit. Sedangkan di Yogya yaitu RSUP Sardjito masih dalam proses pengembangan.