TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengusulkan agar ke depannya utang pemerintah dikeluarkan berdasarkan program atau proyeknya. Sehingga, penggunaannya bisa dipertanggungjawabkan.
"Pemerintah setiap mengeluarkan SBN (Surat Berharga Negara) atau ORI (obligasi ritel Indonesia) tidak menunjukkan proyek atau programnya, sehingga pemegang SBN tidak dapat mengontrol penggunaan secara langsung yang dibelinya," ujar Aviliani dalam diskusi online Indef, Ahad, 25 Agustus 2019. Ia mengatakan, utang pemerintah seyogianya dipergunakan untuk hal prioritas yang mengarah kepada produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Aviliani, perihal utang belakangan memang ramai kembali diperbincangkan lantaran jumlahnya meningkat. Hingga semester I 2019, jumlah utang pemerintah bisa mencapai Rp 4.570,2 triliun. Di samping itu, besaran bunga dari utang tersebut hingga 2018 telah mencapai Rp 275,9 triliun atau sekitar 11 persen dari belanja negara.
Aviliani mengatakan, pada dasarnya utang dibolehkan sesuai dengan aturan yang ada. Meskipun, ia mengingatkan bahwa utang bisa menjadi persoalan di masa mendatang bila tidak digunakan untuk hal produktif atau yang menghasilkan efek pengganda bagi perekonomian di masa mendatang. "Kemampuan untuk mengembalikannya bisa menjadi masalah."
Adapun rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto RI pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 diperkirakan 29,4-30,1 persen. Angka tersebut, menurut Aviliani, tergolong masih aman karena masih lebih rendah dari batasan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara yang sebesar 60 persen terhadap PDB.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan porsi kepemilikan asing pada surat berharga negara bisa turun menuju 20 persen. Saat ini, Kemenkeu mencatat porsi asing dalam utang negara mencapai 38,5 persen. "Saat ini sekitar 30 persen dan kami harapkan bisa mencapai 20 persen pada masa yang cukup dekat," ujar dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2019.
Menurut Sri Mulyani, diturunkannya kepemilikan asing dalam surat berharga negara bisa membuat perekonomian negara lebih stabil. Sehingga, ia berharap surat utang nantinya diisi oleh pasar domestik.
"Semakin besar basis domestik akan menimbulkan lebih banyak stabilisasi karena memahami kondisi market kita, tidak mudah untuk dipicu oleh perubahan policy yang berasal dari luar," kata Sri Mulyani.
Karena itu, Sri Mulyani mengatakan perlunya menjaring investor surat utang dari dalam negeri sendiri. Apalagi, ia melihat pertumbuhan masyarakat kelas menengah belakangan cukup tinggi.
CAESAR AKBAR