TEMPO.CO, Jakarta - Bandara baru Yogya di Kulon Progo yang semula bernama New Yogyakarta International Airport kini resmi menyandang nama Bandara Internasional Yogyakarta. Perubahan tersebut ditandai dengan terbitnya sertifikat bandar udara (SBU) dengan nomor 149/SBU-DBU/IV/2019 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan pada 26 April lalu.
Baca juga: Penerbangan ke Bandara Adisutjipto Akan Dialihkan ke Bandara NYIA
Tak seperti bandara kebanyakan, termasuk bandara lama di Yogyakarta, Adisutjipto, Bandara BIY tidak memakai nama pahlawan. Menurut pengamat penerbangan Arista Atmadjati, tidak ada aturan baku soal pelabelan gelar pahlawan pada nama bandara.
"Mengapa misalnya Bandara Internasional Yogyakarta tidak dinamai Bandara Hamengkubuwono, itu karena ada alasan-alasannya," ucapnya dalam pesan pendek kepada Tempo, Senin 29 April 2019. Ia menyebut, salah satunya mungkin lantaran faktor komersialisasi.
Aspek peninjauan dan pengkajian sejarah juga menjadi hal penting dalam pemilihan nama pahlawan untuk disematkan di bandara anyar tersebut. Selain itu, pemilihan nama pahlawan harus melalui pertimbangan matang dan proses panjang dengan pertemuan yang menghadirkan masyarakat, eksekutif, dan legislatif. Pemilihan nama pahlawan ini nantinya harus disepakati seluruh masyarakat di lokasi bandara berdiri untuk menghindari perselisihan.
Meski demikian, tak menutup kemungkinan BIY nanti akan berubah lagi dengan menambah pahlawan. Situasi seperti ini pernah terhadi di Bandara Internasional Lombok (BIL). Tahun lalu, BIL resmi berubah nama menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAMIA).
Penggantian nama tersebut diumumkan melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1421 Tahun 2018 tentang perubahan nama Bandar Udara Internasional Lombok menjadi Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid pada 5 September 2018. Perubahan atas nama bandara ini ditandatangani langsung oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Baca juga: Siap Diresmikan Jokowi, Baru 2 Gate Beroperasi di Bandara NYIA
Perubahan nama bandara itu diusulkan oleh pihak eksekutif kepada DPRD Nusa Tenggara Barat. Eksekutif secara langsung mengajukan nama Maulanasyekh dan disetujui oleh DPRD melalui rapat kesepakatan.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti mengungkapkan, penamaan ini bukan menjadi wewenang Kementerian. "Nama bandara diusulkan oleh pemrakarsa," ujar Polana dalam pesan pendek kepada Tempo, Senin, 29 April 2019.
Itu artinya, penamaan bandara ini telah dirembuk oleh pemerintah daerah setempat bersama operator, yakni Angkasa Pura I, sebelum sertifikasi terbit.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA