TEMPO.CO, Bandung -Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Emma Sri Martini mengatakan belum banyak daerah yang mau memanfaatkan fitur pinjaman daerah yang disediakan untuk membantu pembiayaan infrastruktur.
“Kita sebetulnya ingin lebih banyak lagi pemda yang mengakses fitur ini, makanya kita selalu gencar mempromosikan fitur ini ke forum Musrenbang seperti ini karena bagus manfaatnya,” kata Emma di sela forum Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Jawa Barat 2020 di Bandung, Selasa, 2 April 2019.
BACA: Kata AFPI Soal Korban Pinjaman Online Melapor ke Polisi
Emma mengatakan, saat ini baru pemda di Sulawesi dan Sumatera yang memanfaatkan fitur pinjaman daerah yang disediakan Kementerian Keuangan lewat PT SMI. Di Jawa baru dua daerah yang memanfaatkan fitur ini yakni Temanggung dan Bangkalan. Mayoritas memanfaatkan untuk pembiayaan membangun rumah sakit dan jalan. Sejumlah daerah yang sudah memanfaatkan fitur ini, sebagian mengulang lagi pinjamannya.
“PT SMI punya fitur khusus yang hanya dimiliki PT SMI, karena kita sebagai alat fiskal pemerintah di bawah Kementerian Keuangan yang memang ditugaskan memberi support pemda yang ingin mengakselerasi pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman daerah,” kata Emma.
Baca Juga:
BACA: Pinjaman Online Bermasalah, Silakan Lapor ke 'Jendela'
Emma mengatakan, hingga saat ini baru 50 daerah di Indonesia yang memanfaatkan fitur pinjaman daerah PT SMI dengan total pinjaman setara Rp 9,5 triliun. Tahun ini misalnya, PT SMI menyiapkan tambahan pinjaman daerah menembus Rp 3,6 triliun. “Rp 3,6 triliun itu komitmen dari target tambahan pemda another 20 pemda,” kata dia.
Emma mengatakan, fitur fiskal tersebut sengaja disediakan untuk menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur bagi pemerintah daerah yang mayoritas sulit mengakses pinjaman komersial. Bunga pinjaman diklaim jauh lebih rendah dari pinjaman komersial.
“Ini alat fiskal pinjaman non komersial yang memang disubsidi pemerintah pusat. Pricing-nya dari SUN/SBN setara tenor, plus margin 75 basis poin. Itu sangat rendah sekali. Seluruh pemda kebanyakan non-investment-grade, biasanya pricing-nya gak akan masuk kalau di assess secara komersial. Rata-rata (bunganya) average 7,3 persen,” kata dia.
Emma mengatakan, batasan pinjaman yang diberikan bergantung pada kapasitas fiskal tiap daerah. Batas maksimal pinjaman daerah tersebut masih bisa dinaikkan bergantung persetujuan Kementerian Keuangan. “Kalau pun melebihi maksimal defisit, kita bisa minta izin pelampauan ke Kemenkeu kalau disepakati bahwa ini proyek strategis, social impact ekonominya bagus, boleh saja dilakukan unlock dari batas maksimal defisit,” kata dia.
Emma mengatakan, masih sedikit daerah yang memanfaatkan fitur pinjaman daerah karena tidak telaten menjalani prosesnya. Pinjaman daerah ini juga membutuhkan persetujuan DPRD. “Ada due process, ada effort, ada proses yang harus dilakuan dengan DPRD. Karena memang tidak instan. Tapi ini percepatan daripada do nothing, mengandalkan APBD dan (pembiayaan) multiyears, daerahnya akan ketinggalan,” kata dia.
Emma mengatakan, fitur pinjaman daerah juga bisa dimanfaatkan daerah untuk berlatih sebelum merilis obligasi daerah atau Muni Bonds. “Fitur utama dari pinjaman daerah ini mendisiplinkan kapasitas SDM back-office pemda untuk pada akhirnya siap untuk isu Muni Bonds. Jangan lompat kelas. Kita belum bicara tambah-tambahan, mau bicara pangkat-pangkatan. Bagaimana mau ngitung kalau tambah saja belum literate, itu yang sebetulnya, kita ingin menjadikan fitur ini langkah latihan sebelum pemda siap meng-isu Muni Bonds,” kata dia.