Contohnya, Kejaksaan Negeri Belawan pada akhir 2017 melepas KM KHF 1980 dengan harga Rp 3 miliar. Kapal-kapal lain yang kedapatan mencuri ikan pada posisi 06o 12’00” LU - 06o25’50” BT (5 nautical mile) masuk batas Landas Kontinen Laut Natuna) di tahun yang sama juga dilelang seragam.
Baca juga: Penyelundupan Lobster Gagal, Susi: Selamatkan Rp 37,2 Miliar
Setelah proses lelang, kapal dengan pemilik yang sama kembali mencuri ikan. Pada Februari 2019 lalu, tindak pencurian itu diendus kembali oleh pemerintah dan kapal yang sebelumnya sudah dilelang pun balik disita. Susi yang mendapati bahwa kapal itu ternyata dilelang kepada oknum pencoleng langsung merasa geram.
Melalui Twitter-nya, Susi mempertanyakan sistem lelang yang dilakukan Kejaksaan. “Yg terjadi diam2 kapal dilelang murah dibeli oleh mereka," tulis Susi pada 25 Maret lalu.
Adapun aturan lelang kapal, kata Prasetyo, telah tercantum dalam Pasal 76C Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009. Di dalamnya disebut, negara dapat melelang kapal pencuri ikan ilegal yang statusnya dirampas.
Baca juga: Resmikan Pasar Ikan Modern Muara Baru, Jokowi Tunggu 2,5 Tahun
Selain melakukan lelang atau penenggelaman, Kejaksaan sejatinya dapat menyerahkan kapal kepada kelompok nelayan atau lembaga riset. Namun, kata Prasetyo, tetap melalui prosedur. Pihaknya tidak bisa sewenang-wenang menyerahkan kapal tersebut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan lantaran harus ada persetujuan sejumlah pihak, termasuk Kementerian Keuangan.