Selain dari batubara, kerugian lain yang juga cukup besar diakibatkan praktik ekspor under-invoicing pada komoditas minyak sawit dan karet yang jika dijumlahkan mencapai US$ 4 miliar. Sementara, ekspor under-invoicing pada tiga komoditas lain menyebabkan potensi kerugian di bawah US$ 1 miliar. "Angka ini dihitung berdasarkan total ekspor under-invoicing pada tahun tersebut dengan tarif PPh badan pada tahun tersebut," kata Widya.
Untuk memitigasi kerugian itu, Widya mengatakan pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan eksportir. Pengawasan itu juga perlu difokuskan kepada komoditas tertentu, seperti batu bara dan kelapa sawit, yang paling tinggi potensi terjadinya praktik aliran keuangan gelap. Di samping pemerintah dinilai perlu segera membangun kolaborasi lintas aktor untuk mengatasi perkara itu.
Senada dengan Widya, Peneliti dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastadi menyebut perlunya pemerintah mengkaji kembali insentif ekspor guna menanggulangi persoalan itu. "Itu menyebabkan over influencing jadi dia berorientasi ekspor lalu besarannya dinaikkan, harganya dinaikkan untuk dapat bea masuk impor lebih rendah, kecenderungan ini menimbulkan distorsi," kata dia.
Belum lagi, dari insentif fiskal itu, pemerintah justru harus keluar duit untuk memberi insentif ekspor. Sementara, dari sisi konsumen, mereka juga tak diuntungkan. "Consument surplus itu berdasarkan penelitian empiris berkurang," ujar dia. Ditambah, subsidi ekspor kemungkinan retaliasi dari negara tujuan.
Fithra lebih menyarankan adanya penguatan hubungan perdagangan bilateral maupun regional melalui perjanjian dagang guna mengurangi adanya aliran dana ilegal. Ia berujar langkah itu terbukti berdampak dari hubungan dagang dengan Cina. Pada 2010, ketika belum ada perjanjian dagang Asean dan Cina, perbedaan statistik dagang Indonesia dan Cina bisa mencapai US$ 10 miliar.
"Tapi dengan adanya perjanjian itu, perbedaan statistik memudar. Jadi hipotesis saya dengan adanya FTA atau kerjasama komprehensif regional bisa mengurangi kecenderungan lalu lintas uang ilegal," tutur Fithra.
Baca berita tentang ekspor lainnya di Tempo.co.